Nextren.com -Kondisibaru-baru ini tampaknya kurang menyenangkan bagi para investor dan trader uang kripto seperti Bitcoin dan lainnya.
Bitcoin dan China tampaknya merupakan dua hal yang tidak bisa disatukan.
Pasalnya, bank sentral di sana, yaitu People Bank of China (PBoC) resmi melarang segala transaksi yang melibatkan Bitcoin dkk di Negeri Tirai Bambu.
Hal tersebut tercantum di laman pertanyaan yang sering ditanyakan (FAQ) di situs web resmi PBoC baru-baru ini.
Baca Juga: Curi Listrik Rp 82 Miliar, Penambang Bitcoin Ditangkap Ribuan Mesin Disita Berdasarkan keterangan tersebut, layanan yang berhubungan dengan trading, sistem transaksi order matching, penerbitan token dan derivatif lainnya untuk mata uang virtual, dilarang dilakukan oleh masyarakat di sana.
"Pertukaran mata uang virtual di pasar internasional, yang menggunakan internet dan melibatkan warga China, juga termasuk aktivitas keuangan ilegal," kata PBoC, dikutip dari CNBC, Minggu (26/9/2021).
Selain itu, PBoC juga bakal menginvestigasi sejumlah karyawan di China yang bekerja di sejumlah perusahaan asing yang berkecimpung di bisnis pertukaran mata uang kripto, serta melarang lembaga finansial lainnya terlibat dengan mata uang kripto.
“Lembaga keuangan dan lembaga pembayaran non-bank (juga) tidak dapat menawarkan layanan untuk kegiatan dan operasi yang terkait dengan mata uang virtual," imbuh PBoC.
Akibat adanya larangan ini, harga Bitcoin kembali anjlok ke angka 41.700 dolar AS per keping (sekitar Rp 595 juta) pada sesi perdagangan Sabtu (25/9/2021), turun sekitar 6 persen dalam 24 jam terakhir.
Meski demikian, angka tersebut bukan merupakan penurunan terendah Bitcoin dalam beberapa waktu belakangan.
Sebab, harga Bitcoin sempat menyentuh level 40.400 dolar AS (sekitar Rp 574 juta) pada sesi perdagangan Selasa (21/9/2021) pekan lalu, terendah sejak awal Agustus lalu yang nilainya "hanya" 38.000 dolar AS (sekitar Rp 542 juta) per keping.
Baca Juga: Tiktok Mulai Melarang Konten Iklan Mata Uang Kripto, Ini Alasannya!
Adapun penurunan harga Bitcoin pekan lalu konon disebabkan oleh kekhawatiran pasar global oleh potensi kebangkrutan yang dialami oleh Evergrande Group, perusahaan properti kedua terbesar di China.
Raksasa properti China tersebut dikabarkan tengah terlilit utang dalam dalam jumlah yang cukup fantastis, mencapai lebih dari 310 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 4.408 triliun.
Kembali lagi ke Bitcoin, di situs Coindesk harga Bitcoin pada sesi perdagangan Minggu (26/9/2021) sendiri kini kembali sedikit naik ke level 42.000 dolar AS atau sekitar Rp 600 juta per kepingnya.
Langkah China berantas aktivitas cryptocurrency
Sebagai informasi, pemerintah China sendiri sebelumnya sempat melakukan beragam cara untuk memberantas aktivitas finansial yang berhubungan dengan mata uang kripto.
Salah satunya menutup beragam situs penambangan cryptocurrency di beberapa wilayah, seperti di area Xinjiang dan Sichuan yang digadang-gadang menjadi pusat aktivitas mining terbesar di Negeri Tirai Bambu.
Selain itu, PBoC juga sempat memanggil sejumlah perwakilan dari beberapa bank besar di sana dan memberi instruksi untuk memperketat aturan terkait pelarangan transaksi cryptocurrency.
Kemudian, PBoC turut menginstrusikan bank-bank tersebut untuk menyelidiki dan mengidentifikasi nasabah yang memiliki akun di bursa mata uang kripto, atau yang terindikasi melakukan perdangangan mata uang kripto.
Baca Juga: Negara ini Akan Pakai Kripto Sebagai Alat Transaksi, Susul El Savador!
Tank hanya bank, PBoC juga mengincar lembaga non-bank yang menawarkan layanan finansial yang mewadahi transaksi mata uang kripto, salah satunya adalah Alibaba (Alipay) yang berada di bawah naungan perusahaan ANT Group.
Upaya-upaya pemerintah China memberantas kegiatan mata uang kripto ini sendiri konon gencar dilakukan untuk mewujudkan visi China mengurangi emisi karbon pada 2030 dan menjadi negara netral karbon pada 2060 mendatang.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "China Resmi Larang Transaksi Mata Uang Kripto, Harga Bitcoin Anjlok"Penulis : Bill Clinten