Nextren.com - Meminjam uang di pinjol terus menjadi pembicaraan, dibenci namun dicinta. Dibenci karena bunganya yang tinggi dan proses penagihan yang dianggap tidak beretika, apalagi pinjol ilegal.
Dicinta karena proses peminjaman sangat mudah, tinggal klik klik di aplikasi, jika disetujui makadana akan ditransfer ke rekening.
Bunga tinggi pinjol memang sudah menjadi resiko, karena ini pinjaman tanpa jaminan apa-apa. Sehingga jika peminjam tidak mau membayar cicilan, maka tidak ada yang bisa diambil pinjol.
Selain itu, bunga tinggi karena memang pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri menetapkan aturan resmi bunga pinjol maksimal sebesar 0,8% per hari atau 24% per bulan.
Baca Juga: Ternyata Ini yang Bikin Kita Terjebak Aplikasi Pinjaman Online, Parah!
Kini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginginkan bunga pinjaman peer to peer (P2P) lending bisa turun.
Deputi Bidang Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan bilang Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menetapkan batas bunga pinjaman maksimal 0,8% per hari.
“Ini menjadi tantangan di 2021, bagaimana bunga bisa ditekan lagi. Dengan mempertajam credit scoring dan artificial intelligence yang lebih andal,” ujar Munawar dalam diskusi virtual.
Bahkan ia menyebut bunga pinjaman akan lebih rendah pada pinjaman produktif dibandingkan multiguna.
Bunga pinjaman ini akan berpengaruh kepada imbal hasil yang akan diterima oleh pemberi pinjaman (lender).
CEO & Co-founder Akseleran Ivan Tambunan menyatakan bunga rata-rata yang ada di Akseleransekitar 19% per tahun dan biaya layanan 3% per tahun. Sehingga totalnya 22% per tahun.
“Nilai itu jauh dari batas maksimal (dari OJK) sebesar 0,8% per hari atau 24% per bulan."
"Tentu ini berbeda dengan bunga cash loan yang ticket size-nya kecil dan proses credit assessment-nya bisa dibilang hampir instan."
Baca Juga: Inilah 7 Ciri Khusus Fintech Pinjol Ilegal, Waspada Agar Tak Tertipu Lagi
"Di Akseleran rata-rata pinjaman sekitar Rp 1 miliar, sedangkan cash loan kan rata-rata pinjaman sekitar Rp 1 juta hingga Rp 3 juta,” ujar Ivan kepada Kontan.co.id.
Ia melanjutkan, ada fixed cost yang harus ditanggung per pinjaman yang membuat bunga cash loan terlihat mahal.
Ia memberikan contoh, tanda tangan digital dan sertifikat digital itu biaya sekitar Rp 15.000.
Lalu ada juga biaya credit scoring sekitar Rp 40.000 hingga Rp 50.000.
Lalu ada biaya pegawai tim credit dan risk, serta biaya collection, totalnya bisa mencapai Rp 80.000 sampai Rp 100.000.
“Jadi biayanya saja kalau Rp 100.000 sudah 10% dari pinjaman yang besarnya Rp 1 juta."
"Lalu ada biaya asuransi atau provisi untuk perlindungan NPL, mungkin bisa 7%-8% nilainya untuk cashloan karena risiko NPL-nya tinggi, itu sudah Rp 70.000 hingga Rp 80.000,” jelasnya.
Sehingga total biasanya sudah mencapai Rp 180.000 atau 18% dari total pinjaman Rp 1 juta.
Baca Juga: Awas! Modus Baru Pencurian Data Jual Beli Online, Foto KTP Akan Dipakai Hutang Pinjol dan Menipu
Itulah sebabnya bunga cash loan tinggi, sebab tenornya juga pendek antara satu hingga dua bulan.
“Jadi kalau misalnya bunganya bunga maksimal, yaitu 24%, itu dapatnya Rp 240.000."
"Dikurang biaya-biaya Rp 180.000 berarti sisanya cuma Rp 60.000 atau 6% dari Rp 1 juta,” paparnya.
Ia menjelaskan berbeda produk, berbeda risiko, berbeda skala.
Jadi memang di fintech bunganya beragam, dari mulai 12% per tahun sampai 24% per bulan.Hal itu tergantung bisnis model dan produknya.
“Semakin kecil size dan pendek tenornya, dan semakin tinggi risikonya, maka bunga akan semakin tinggi."
"Ke depannya dengan data yg lebih banyak dan credit scoring model makin mutakhir, maka risk akan berkurang, NPL akan turun, biaya jadi turun. Memang butuh waktu,” tuturnya.
Adapun Direktur Utama Dana Mas Dani Lihardja menyatakan bunga pinjaman yang ada di Danamas mulai dari 18% hingga 26% per tahun.
"Karena untuk sektor produktif. Kalau yang produktif sudah standarnya itu," pungkasnya.
Artikel ini tayang di kontan.co.id, dengan judul : Ini komponen penentu imbal hasil bagi pemberi pinjaman di P2P lendingReporter: Maizal Walfajri