Laporan wartawan Nextren, Fahmi Bagas
Nextren.com - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) merupakan lembaga yang dibentuk untuk membantu upaya perlindungan konsumen.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUPK, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Kehadiran BPKN selama masa transisi kebiasaan masyarakat di kala pandemi pun diklaim telah menjadi sesuatu yang penting.
Pasalnya selama kurun waktu 6 bulan terakhir ini, sejumlah platform e-commerce mengalami kenaikan.
Baca Juga: Artis Agnez Mo Akui Masih Suka Cari Diskon Belanja Online, Ini Barang yang Suka Dibelinya
Kendati demikian, kondisi itu menimbulkan sebuah permasalahan yang baru.
Akmalia Hidayati, selaku Advocacy Officer BPKN mengatakan, "Tumbuhnya startup digital telah memicu pengumpulan data pribadi konsumen secara besar-besaran," pada acara webinar, Selasa (27/10).
Dengan begitu, platform e-commerce tentu saja menjadi tempat incaran bagi para pelaku kejahatan siber.
"Pada tahun 2020, hingga akhir September sudah banyak pengaduan (tindak kejahatan siber) yang diproses dan diperkirakan akan terus meningkat," tutur Akmalia.
Lebih lanjut, pihak BPKN pun merinci bahwa ada dua metode kejahatan yang siber yang paling sering digunakan oleh para oknum, antara lain:
Baca Juga: Lenovo Thinkpad X1 Fold Resmi Hadir di China, Harganya 40 Jutaan
1. Phising
Phising menargetkan informasi terkait password, ID, hingga username dari sebuah akun.
Metode kejahatan siber ini lah yang digunakan oleh hacker dalam kasus yang menimpa Zoom.
Jadi proses pencurian data dengan cara Phising kerap dilakukan dengan berbeda-beda.
Baca Juga: Instagram Shopping Permudah Belanja, Bagaimana Keamanannya?
Salah satunya adalah dengan mengirimkan email kepada pengguna dengan memberikan sebuah tautan.
Berikut alur tindakan Phising yang kerap dilakukan oleh hacker menurut BPKN:
- Konsumen dihubungi oleh penjual setelah melakukan pembayaran di e-commerce
- Penjual mengirimkan tautan dengan iming-iming proses pesanan yang mengharuskan pembeli memasukkan alamat email dan password
- Setelah itu, penjual akan berhasil mengambil data dan menguasai akun konsumen untuk menguras dana yang sudah dibayarkan ke platform belanja dengan metode refund dan mengubah nomor rekening
Baca Juga: Pengguna Twitter Ternyata Lebih Berani Belanja Online Selama Pandemi
2. Pencurian OTP
One Time Password (OTP) merupakan metode yang dilakukan oleh sejumlah aplikasi untuk para konsumen yang ingin mengakses akunnya.
Kata sandi yang hanya bisa digunakan satu kali ini, ternyata berhasil dimanfaatkan oleh para penjahat untuk mengambil data konsumen.
Inilah skema pencurian data melalui Kode OTP yang harus kamu perhatikan:
Baca Juga: YouTube Uji Coba Fitur Baru, Bisa Belanja Langsung di Platform
- Pelaku membajak akun multipayment yang digunakan oleh korban di platform e-commerce
- Pelaku akan segera menghubungi korban melalui korban dengan berbagai macam iming-iming atau kamuflase menggunakan metode manipulasi psikologis demi mendapatkan Kode OTP.
- Ketika berhasil mengonfirmasi Kode OTP, pelaku akan bisa langsung masuk ke akun pembayaran dan langsung bisa menggunakan saldo di akun multipayment korban.
- Akhirnya, korban akan mendapatkan tagihan cicilan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukan.
(*)