Penyesalan Ayah Kandung Steve Jobs Pendiri Apple, Imigran Muslim Asal Suriah yang Tak Sempat Kenal Anaknya

Kamis, 08 Oktober 2020 | 11:20
theverge.com

Steve Jobs, pendiri Apple

Nextren.com - Steve Jobs, sang pendiri Apple, meninggal dunia pada 5 Oktober, tepat sembilang tahun yang lalu.

Meski demikian, kisah hidup sang maestro teknologi ini tak lekang terus diangkat.

Salah satu kisah yang sangat mengharukan datang dari sang ayah kandung Steve Jobs, Abdulfattah John Jandali. Berikut cerita lengkapnya.

Hanya satu hal yang diinginkan Abdulfattah John Jandali, imigran Muslim asal Suriah, yang juga ayah biologis salah satu pendiri perusahaan komputer Apple, Steve Jobs.

Baca Juga: Huawei dan Samsung Kuasai Pangsa Pasar Elektronik Secara Global

Baca Juga: Apple Siapkan 75 juta iPhone 5G untuk Akhir Tahun Ini, Internet 5G Makin Dekat?

Keinginannya sederhana, duduk minum kopi dan berbincang-bincang dengan anak kandungnya, yang tak sempat dia kenal.

Keadaan memaksa Jandali dan ibu kandung Jobs, Joanne Schieble (sekarang Joanne Simpson), menyerahkan bayi mungil itu untuk diadopsi.

Jobs lahir di San Francisco, 24 Februari 1955, dan diadopsi pasangan Paul dan Clara Jobs tak lama setelah dilahirkan.

Mereka tinggal di Lembah Silikon, kawasan industri elektronik di AS.

Sayang beribu sayang, harapan Jandali kandas menyusul kematian Jobs, Rabu (5/10/2011), di kediamannya di Palo Alto, California, akibat penyakit kanker pankreas yang lama dideritanya.

Kepada surat kabar New York Post, Jandali mengaku baru mengetahui beberapa tahun terakhir kalau anaknya adalah "orang besar" sekaligus petinggi di perusahaan komputer bergengsi di dunia.

Walau sangat ingin bertemu, Jandali mengaku tak berani menelepon Jobs karena khawatir anak kandungnya itu salah sangka, mengira dia mengejar-ngejar Jobs yang kini terkenal dan kaya raya.

Jandali berkali-kali mengirimkan surat elektronik mengajak bertemu, tetapi tak pernah berbalas.

Baca Juga: Dikirim untuk Daur Ulang, 103.000 Unit Apple Bekas Malah Dijual Lagi

Baca Juga: Apple Glasses Akan Punya Fitur yang Bisa Bikin Kamu Serasa Traveling

(hand out)
(hand out)

Ayah kandung Steve Jobs, Abdulfattah John Jandali (kiri).

"Sekarang, saya tak punya apa-apa lagi untuk dikatakan," ujar Jandali.

Dengan nada penyesalan, Jandali mengaku tak akan pernah menyerahkan Jobs untuk diadopsi orang jika keputusan itu ada di tangannya.

Keputusan adopsi diambil ibu Jobs, Joanne, lantaran ayahnya tidak mau mempunyai menantu imigran Suriah.

Joanne terpaksa pindah ke San Francisco bersama bayinya.

Pada kondisi itulah, dia memutuskan untuk melepaskan Jobs.

Berbeda dengan perlakuan Jobs terhadap ayah biologisnya, visioner besar dunia itu lebih bisa menerima kembali ibu kandungnya.

Dia juga "merangkul" adik kandungnya, Mona Simpson, yang baru dikenalnya setelah dewasa.

Jobs mengetahui keberadaan Mona saat menelusuri masa lalunya.

Nasib Mona lebih beruntung, dia lahir setelah Jandali dan Joanne menikah resmi beberapa bulan setelah Jobs diadopsi.

Mona dan Jobs berhubungan sangat erat.

Baca Juga: Loyalitas Merek Pengguna Android Capai Angka Tinggi, Bagaimana Pengguna iOS?

Baca Juga: Huawei Salip Samsung dan Apple, Siap Kuasai Pasar Ponsel Dunia Kuartal II-2020

Jobs tak ragu menyebut Mona anggota keluarganya dan rutin meneleponnya untuk berbincang.

Mona, yang juga penulis buku terkenal Anywhere but Here, mendedikasikan karyanya untuk Steve.

Dia juga bahkan menulis sebuah buku lain berjudul A Regular Guy yang terinspirasi dari hubungan di antara mereka.

Boleh jadi, Jobs tak ingin anak-anaknya mengulang apa yang dahulu dia alami, terasing dari sosok ayah kandung.

Pada saat-saat akhir, dia membuat biografi yang ditulis kandidat pemenang hadiah Pulitzer, Walter Isaacson.

Biografi itu memang menjadi antisipasinya sebelum meninggal.

"Saya ingin anak-anak mengetahui siapa ayahnya. Saya ingin mereka tahu mengapa saya tak dapat selalu berada di dekat mereka. Saya ingin mereka tahu mengapa dan memahami apa saja yang telah saya lakukan," ujar Jobs menjawab pertanyaan Isaacson.

Isaacson sebelumnya mengaku sangat heran mengapa Jobs memutuskan menceritakan apa saja dalam biografinya itu.

Padahal, selama ini Jobs hidup seolah pertapa, yang sangat merahasiakan kehidupan pribadinya, terutama dari media massa.

Baca Juga: Review Skor Kamera iPhone SE 2020 Oleh DxOMark, Night Mode Tidak Ada

Baca Juga: Apple Hapuskan Ribuan Game Mobile di App Store Khusus di Cina

Pertanyaan dan percakapan itu disampaikan Isaacson dalam wawancara terakhir dengan Jobs di kediamannya di Palo Alto, California.

Menurut Isaacson, saat terakhir bertemu di beberapa pekan lalu, Jobs tertidur meringkuk kesakitan di tempat tidurnya.

"Namun, pikirannya masih sangat tajam dan nada suaranya pun masih sangat bersemangat", tulis Isaacson dalam sebuah esai di situs web majalah Time. (Reuters/DWA)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ayah Steve Jobs, Imigran Muslim yang Menyesal Tak Mengenal naknya"Editor : Reza Wahyudi

Tag

Editor : Wahyu Subyanto