Nextren.com - Nama perusahaan Telkom bisa dibilang kalah populer dari Telkomsel.
Padahal Telkomsel adalah anak perusahaan Telkom.
Sebelum operator seluler marak, Telkom adalah perusahaan raksasa telekomunikasi di Indonesia.
Baru-baru ini Menteri BUMN Erick Thohir menyentil PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.
Dia mengatakan bahwa Telkom kalah dengan anak usahanya, Telkomsel.
Baca Juga: Inilah Teknologi Helio P95, Chipset Terbaru MediaTek yang Dukung Kamera Utama 64 MP
Bahkan, Erick Thohir juga menyatakan bahwa lebih baik yang menjadi BUMN adalah Telkomsel ketimbang Telkom karena bisnisnya lebih menguntungkan.
Memang selama ini Telkomsel menjadi penyumbang terbesar laba Telkom.
Namun, tepatkah asumsi Menteri BUMN tersebut bahwa lebih baik hanya Telkomsel saja ketimbang ada Telkom yang menjadi induk usaha? Berikut ulasannya.
Bisnis telekomunikasi musiman
Merujuk berbagai sumber, industri ini sangat volatile dan sangat rentan dengan disrupsi.
Tentu masih ingat bagaimana bisnis telepon rumah (fixed line) Telkom yang dulu begitu dominan untuk percakapan suara kemudian tergerus oleh bisnis seluler.
Baca Juga: Oppo Reno3 Pro non 5G Resmi Hadir Dengan Chipset Terbaru Mediatek P95, Kamera Selfienya 44 MP
Kini pendapatan dari bisnis fixed line Telkom terus turun dan hanya berkontribusi di bawah 10 persen dari total pendapatan perseroan.
Bahkan kabel-kabel tembaga milik Telkom banyak yang ditarik dan diperdagangkan dalam bentuk kiloan.
Seperti teknologi fixed line yang pernah bertahan sekitar 50 tahun, bisnis seluler pun perlahan juga mulai terdisrupsi.
Mengutip data Telkom, pendapatan dari bisnis percakapan terus turun dari sekitar 70 persen pada 2014 menjadi tinggal 30 persen di akhir 2019.
Baca Juga: 11 Mitos tentang Virus Corona: Dari Bocornya Hasil Lab Hingga Paket Dari China Menular
Bisnis seluler mulai stagnan dan turun
Setelah berjaya selama 25 tahun, bisnis telekomunikasi seluler akhirnya mulai memasuki era stagnasi, bahkan menurun.
Industri ini diperkirakan akan turun terus.
Setiap tahun diperkirakan akan turun sekitar 5-15 persen.
Di sisi lain, ada bisnis fixed dan mobile wireless.
Fixed yang dimaksud bukanlah telpon rumah lagi namun sambungan internet.
Baca Juga: Modus Penipuan Mengaku Bea Cukai Lewat Medsos, Korbannya 70 Persen Wanita yang Terjerat Asmara
Di sini Telkom punya Indihome. Saat ini Telkom sudah menguasai 85 persen market share fixed & mobile wireless di Indonesia, baik untuk internet rumah, home entertainment dan home business serta bisnis kota pintar.
Total pendapatannya memang belum sebesar Telkomsel.
Namun dari 3 juta pelanggan dua tahun lalu kini Indihome sudah hampir tembus 9 juta pelanggan, meninggalkan First Media dan Indovision.
ARPU Telkomsel Turun Terus
Pendapatan seluler seperti dari Telkomsel ini memang masih dominan, tapi harga paket datanya akan turun terus.
Baca Juga: Huawei Ingin Merangkul IndusOS AppBazar, Yakinkan Orang Bisa Jalan Tanpa Google
Sehingga walaupun jumlah pelanggannya naik terus, total pendapatan rata-rata per pengguna (Average Revenue Per User/ARPU) cenderung turun rata-rata sekitar 10 per tahun.
Karena harga per unitnya turun, maka total pendapatannya bakal turun terus.
Apalagi bisnis ini belakangan ini terus dihajar oleh layanan platform perpesanan bertarif murah, berbasiskan aplikasi.
Salah satunya adalah WhatsApp Messenger yang bebas biaya percakapan.
Baca Juga: Inilah 4 Trik Pemain Profesional PUBG Mobile untuk Memenangkan Pertandingan, Ikutin Yuk!
Kompetisi mendorong tarif murah
Di Indonesia kini ada 6 operator seluler, padahal di negara lain rata-rata hanya 2-3 operator.
Karena itu margin usaha seluler yang dulu di atas 60 persen akan turun terus, menjadi di bawah 40 persen.
Bahkan di negara-negara tetangga sudah tinggal 5-10 persen.
Tapi trend harga rendah tarif telekomunikasi ini adalah trend globel.
Telkomsel saat ini masih menikmati posisi premium.
Tapi, masuknya Garibaldi Thorir awal tahun lalu bersama Hutchinson ke dalam operator Tri akan membatasi ruang gerak Telkomsel untuk mempertahankan posisi dominannya.
Tri bisa saja mengancam bisnis Telkomsel.
Baca Juga: Redmi Note 9 Dikabarkan Akan Rilis 12 Maret di India, Punya 4 Kamera?
Terganjal aturan registrasi ulang
Ini juga sangat membatasi pertumbuhan bisnis Telkomsel.
Artinya, ruang untuk menambah pelanggan bagi usaha seluler makin sempit.
Apalagi jasa seluler banyak dipakai untuk penyebaran hoaks, penipuan, dan kejahatan lainnya.
Baca Juga: Wireless Charging Baru Xiaomi Bertenaga 40W, Dianggap Saingi Huawei
Telkomsel butuh menara Telkom
Seperti bunga anggrek yang ditanam di batang pohon kamboja tua, kalau inangnya dibunuh, bunga tersebut tak bisa berbunga lagi dan mati.
Saat ini jumlah tower Telkomsel terlalu sedikit dan jumlahnya di bawah 3.000.
Sedangkan Telkom punya sekitar 16.000 tower yang disewakan pada berbagai operator termasuk Telkomsel.
Selama ini Telkom memberikan special price untuk layanan Telkomsel.
Namun akan berbeda treatment-nya jika Telkomsel bukan lagi anak PT Telkom.
Hal ini bisa membuat keuntungan PT Telkomsel akan tergerus.
Baca Juga: Pompa Angin Digital Xiaomi Dijual di Indonesia, Ringkas dan Bisa Isi 5 Ban Mobil
Telkomsel butuh satelit dan serat optik Telkom
Indonesia adalah negara kepulauan.
Artinya banyak daerah yang harus dijangkau layanan seluler yang di-backup oleh satelit, gelombang radio mikro dan serat optik.
Jika beli satelit sendiri, Telkomsel tentu akan mengeluarkan belanja modal ratusan triliun rupiah.
Demikan juga serat optik yang menghubungkan berbagai pulau dan tower itu, saat ini dimiliki oleh Telkom, bukan Telkomsel.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Benarkah Bisnis Telkomsel Lebih Menjanjikan ketimbang Telkom?"