Follow Us

Fakta Moderator Medsos, Trauma Wajib Nonton Negatif 8 Jam Sehari

None - Sabtu, 20 Oktober 2018 | 17:25
Konten di Media sosial
the financial express

Konten di Media sosial

Baca Juga : Baru Dibuat 5 Hari, Channel Reza “Arap” Punya 200 Ribu Subscribers"Saya harus melihat video-video kekerasan anak-anak yang dilecehkan, tindakan dalam video tersebut tak bisa saya maafkan", aku pegawai wanita tadi dengan suara tercekat. Sayangnya, ketika ia mencoba mengundurkan diri, kepala tim tempatnya bekerja tidak mengizinkan. "Dia (kepala tim) bilang bahwa saya harus melakukannya karena itu adalah pekerjaan saya dan saya telah menandatangani kontrak," ujarnya.

Baca Juga : iPhone XR Termurah Resmi Dijual Hari Ini, Ini Rincian Harganya

Nonton pornografi 8 jam SehariDi dalam film The Cleaner, secara kasat mata, para pekerja outsourcing ini digambarkan tak jauh berbeda dengan pekerja kantoran atau pegawai startup. Namun dari cara kerjanya, mereka ibarat pemulung yang menjumput sampah digital. Misalnya saja seperti yang dialami salah satu moderator yang pernah bertugas untuk Facebook. Ia menuturkan pernah menonton video kucing yang dipanggang di dalam microwave.

Baca Juga : iPhone XR Termurah Resmi Dijual Hari Ini, Ini Rincian HarganyaVideo semacam itu tentu berdampak pada psikologis para pegawai. "Tentu saja hal itu bisa meningglakan trauma yang bisa berujung ke post-traumatic stress disorder (PTSD)", papar Riesewieck. Sindrom dimaksud kerap dialami para veteran perang setelah kembali ke lingkungan yang normal. Kondisi itu diamini oleh salah satu psikolog asal Manila, Denise (nama samaran), yang sempat memeriksa kejiwaan dua orang moderator. "Ada jejak memori di ingatan mereka", paparnya, dilaporkan Wired.

Baca Juga : Printer Epson Ini Bisa Ngeprint 6 Ribu Lembar dengan 1 Botol Tinta!

Beberapa pekerja berhenti dari profesi moderator konten karena terguncang mentalnya. Mereka yang memiliki pasangan mengaku mengalami penurunan hubungan intim dengan pasangannya. Ada juga yang sebaliknya, malah ditimpa kenaikan birahi. "Apa yang akan Anda rasakan kalau harus terpaksa menonton konten negatif hingga 8 jam setiap hari.""Berapa lama Anda bisa terima itu?" tanya sang psikolog.

Baca Juga : Bahaya! Jangan Biarkan Kasir Menggesekan Dua Kali Kartu Kamu!Pekerja lain dengan nama samaran Maria juga mengaku jengah dan terganggu dengan menonton adegan kekerasan seksual kepada anak-anak. Paranoia itu terjadi pula ke pegawai lain dan mempengaruhi kehidupan sosial mereka di dunia nyata. Di dunia maya, mereka melihat banyak sekali keberagaman, hasil dari konsep demokrasi yang dijunjung tinggi jejaring sosial. Tak jarang, mereka kehilangan akal, menganggap orang-orang di sekitar mereka punya itikad buruk. Maria mengisahkan, teman-temannya bahkan tidak berani meninggalkan anak mereka dengan pengasuhnya.

Baca Juga : Google Ala China Segera Aktif, Dibela Bosnya Ditentang Karyawan Sendiri

Kurang perhatian? Trauma psikologis yang tidak terhindarkan nyatanya kurang mendapat perhatian dari para petinggi media sosial. "Hampir tidak ada dukungan psikologis yang mumpuni.""Mereka benar-benar bekerja, seolah mereka melakukan hal kotor untuk kita semua", jelas Riesewieck. Untuk ukuran pekerja muda, para moderator sebenarnya dibayar cukup tinggi jika bekerja di bawah perusahaan media sosial yang matang.

Baca Juga : Harga Xiaomi Smart TV 32 Inch Naik ke Rp 2,1 Juta, Tapi Stok Selalu HabisNamun menurut Riesewieck, upah tersebut kurang cukup untuk mengatasi masalah psikologis mereka. "Facebook, YouTube dan Twitter mengatakan bahwa dukungan psikologis tersedia bagi semua pengulas konten, baik yang direkrut secara langsung maupun yang melalui outsourcing", imbuhnya. Baru-baru ini, mantan moderator konten yang pernah bekerja untuk Facebook menuntut jejaring sosial raksasa itu. Ia menyebut perusahaan pimpinan Mark Zuckerberg tersebut gagal menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi pegawainya, terutama soal kesehatan mental pegawai.

Baca Juga : Kamera Mirrorless atau DSLR? Ini Pilihan Para Pecinta FotografiFacebook pun berdalih dan mengatakan bahwa perusahannya menawarkan akses tanpa batas ke fasilitas kesehatan mental dan berkonsultasi dengan ahli terkait. "Kami sadar pekerjaan sebagai moderator konten akan sulit.""Karenanya, kami menyediakan dukungan yang serius ke para pegawai, mulai dari pelatihan, berbagai manfaat khusus, hingga akses ke fasilitas psikologis," kata perwakilan Facebook. (*)

(Wahyunanda Kusuma Pertiwi)Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest