Nextren.com - Bantuan sosial (bansos) di Amerika Serikat (AS) selama pandemi menjadi sarana penipuan, dan berhasil dibongkar oleh dua mahasiswa asal Surabaya, yaitu Eko Mangku Cipto dan Harianto Rantesalu dari Universitas Airlangga (Unair).
Keduanya berhasil membongkar kasus DMV Website Scampage (pemalsuan website) milik pemerintah Amerika Serikat.
Dua mahasiswa S2 Kajian Ilmu Kepolisian Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) itu resmi diundang oleh pemerintah AS ke markas besar Federal Bureau Investigation (FBI) di Cleveland, Ohio.
Baca Juga: Survei CfDS UGM: Penipuan Digital Marak, Terbanyak Berkedok Hadiah Lewat SMS dan Telepon
Bongkar kasus pemalsuan website
Kedua mahasiswa ini berhasil membongkar kasus DMV Website Scampage milik pemerintah Amerika Serikat.
Di depan FBI AS, keduanya menjelaskan tentang teknik penyelidikan dan penyidikan terhadap dua tersangka kasus pemalsuan website yang kini telah resmi ditahan pihak kepolisian.
Sebelumnya terjadi kejahatan pemalsuan website oleh dua orang WNI, terhadap situs resmi pemerintah AS dan menghebohkan publik di sana.
Penanganan kasus ini melibatkan dua institusi antar negara, yaitu FBI (Federal Bureau of Investigation, Red) dan Polda Jawa Timur dengan tim siber Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus).
Pelaku utama warga India, Masuk DPO
Kasus ini berawal dari ulah tersangka S, warga negara India, yang sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
S meminta kedua QNI tersebut untuk membuat website palsu tersebut dan membayarnya dengan uang kripto Bitcoin.
Lalu dua WNI itu sengaja memalsukan website untuk mendapatkan data pribadi warga negara AS.
Modus kejahatan mereka adalah menyalahgunakan dana bantuan Covid-19 bagi warga negara AS dan menjualnya untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Sedangkan para korban adalah warga AS yang mengisi data pribadinya ke dalam scampage/website palsu.
Menurut Kapolda Jatim, Nico Afinta, data pribadi itu dipakai untuk mencairkan dana PUA (Pandemic Unemployment Assistance) atau dana bantuan bagi pengangguran warga negara AS senilai USD 2000 (Rp 30 juta) setiap satu data orang.
Selain itu, data juga dijual lagi seharga USD 100 (Rp 1,5 juta) setiap data satu orang.
Data itu berhasil dikumpulkan pelaku lewat chating Whatsapp dan Telegram berjumlah 30.000 data.
Keuntungan yang telah diterima oleh tersangka SFR selama melakukan perbuatan tersebut sekitar USD $30.000 (Rp. 420.000.000).
Baca Juga: Kisah Pilu Wanita Jawa Barat Tertipu Investasi Kripto Bodong, Rp 565 Juta Ludes
Sedangkan keuntungan yang diterima oleh tersangka MZMSBP sekitar Rp 60.000.000.
Kasus ini terbongkar saat penyidik menggerebek tersangka di kamar nomor 902 Hotel Quest, Jl Ronggolawe Wonorejo, Tegalsari, Surabaya, pada 1 Maret 2021.
Dua tersangka itu berinisial SFR (penyebar scampage) dan MZMSBP (pembuat scampage).