Nextren.com -Perang Rusia dan Ukraina memasuki bulan ke-5 dan medan pertempuran semakin sengit.
Dalam perang Rusia dan Ukraina, intensitas serangan Rusia ditingkatkan untuk merebut kemenangan demi kemenangan di Ukraina sejak awal Juli 2022 atau setelah momen kunjungan Jokowi ke Rusia dan Ukraina.
Meningkatnya intensitas perang Rusia dan Ukraina menunjukan bahwa kedua negara tak benar-benar mendengarkan misi perdamaian Jokowi.
Baca Juga: Rusia Tak Ingin Lagi Rebut Ibukota Ukraina, Ini Rencana Selanjutnya
Sebagai informasi, Rusia berhasil menguasai wilayah Luhansk Timur, Ukraina sejak 4 Juli lalu.
Dilansir dari Reuters, Presiden Rusia Vladimir Putin mengucapkan selamat kepada pasukannya pada hari Senin karena keberhasilan mereka dalam merebut wilayah Luhans.
Putin menjanjikan medali untuk kepahlawanan dan mengatakan bahwa tentara harus beristirahat.
Perayaan perebutan Luhansk juga dilakukan oleh 3 kosmonot Rusia yang mengirim pesan perayaan dari luar angkasa.
Baca Juga: Iriana Jokowi Beri Bantuan ke RS Ukraina: Merinding Saya Lihat Kondisinya
Kekalahan menyakitkan Ukraina di Luhansk ini dikonfirmasi oleh Gubernur Luhansk, Serhiy Gaidai.
Serhiy Gaidai mengatakan bahwa Ukraina perlu bangkit setelah kekalahan menyakitkan di Luhansk.
"Kita harus memenangkan perang, bukan hanya pertempuran Lysychask. Kekalahan itu menyakitkan, tapi kita tidak akan kalah perang," ujar Gaidai seperti dikutip dari Reuters.
Misi Perdamaian Jokowi Gagal?
Akhir Juni lalu, Presiden Jokowi dan rombongan mengunjungi Kyiv (Ukraina) dan Moskow (Rusia) dengan mengemban misi perdamaian.
Presiden Jokowi meminta kepada Zelenskiy dan Putin untuk berdamai agar kondisi inflasi global, rantai pasokan pangan, dan energi dapat diperbaiki.
Namun, misi perdamaian Jokowi tersebut tak memberikan dampak yang besar terhadap perang Rusia dan Ukraina.
Dilansir dari Kompas TV, pengamat Hubungan Internasional Suzie Sudarman menilai bahwa serangan Rusia semakin sengit ke Ukraina pasca kunjungan Presiden Jokowi.
Suzie menyebutkan bahwa Rusia sebaga negara adidaya tak mudah dipengaruhi untuk menghentikan perang.
Suzie mengatakan Rusia lebih memiliki kepentingan untuk mempengaruhi Indonesia dalam politik global.
(*)