Nextren.com - Meski sangat tergantung dengan minyak dan gas dari Rusia, negara-negara Eropa berusaha keras untuk memblokir pembelian dari Rusia.
Jerman menyatakan bahwa dalam beberapa hari ke depan Uni Eropa mungkin akan mencapai kesepakatan untuk melakukan embargo impor minyak Rusia.
Banyak dari 27 negara anggota Uni Eropa (UE) yang sangat bergantung dengan impor energi Rusia.
Keputusan UE yang masih menggantung itu, memicu kritikan dari Ukraina bahwa mereka lambat dalam menyetop pasokan energi Rusia.
Di saat hubungan ekonomi dengan Eropa terancam terputus, Rusia fokus pada hubungannya dengan China.
Baca Juga: Sejak Lama BBM Indonesia Dikirim ke Singapura Lalu Diimpor Lagi, Bikin Tekor Terus!
Dilansir Reuters, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan kepada para pemimpin bisnis global di Davos pada Senin (23/5/2022), bahwa dunia harus meningkatkan sanksi kepada Rusia.
Hal ini untuk mencegah negara lain menggunakan kekuatannya seperti Rusia, untuk mencapai tujuan.
Negara-negara Eropa memang belum kompak memblokir minyak dan gas Rusia karena punya masalah energi masing-masing.
Hongaria tetap pada tuntutannya untuk melakukan investasi energi dulu sebelum menyetujui embargo minyak dan gas Rusia.
Maka Hongaria bentrok dengan negara-negara Uni Eropa lain yang mendorong persetujuan embargo minyak Rusia dengan cepat.
Uni Eropa bahkan telah menawarkan hingga 2 miliar euro (Rp 3130 triliun) kepada negara-negara di tengah dan timur yang kekurangan pasokan non-Rusia.
"Kami akan mencapai terobosan dalam beberapa hari," kata Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck, kepada penyiar ZDF.
Komisi Eropa dan Amerika Serikat bekerja secara paralel berupa proposal untuk membatasi harga minyak global.
"Ini jelas merupakan tindakan yang tidak biasa, tetapi ini adalah waktu yang tidak biasa," katanya.
Invasi Rusia telah berjalan selama tiga bulan, sejak Presiden Rusia Vladimir Putin mengirim pasukannya pada 24 Februari 2022.
Serangan ini disebut sebagai serangan terbesar terhadap sebuah negara di Eropa, sejak 1945.
Serangan ke Ukraina itu membuat lebih dari 6,5 juta orang melarikan diri ke luar negeri sementara bangunan di kota-kota Ukraina hancur tinggal puing-puing.
AS dan negara-negara Barat membalasnya dengan memberlakukan banyak saksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia.
Alhasil, banyak perusahaan global satu persatu menarik diri dari Rusia.
Setelah McDonalds, lalu Starbucks menutup cabangnya di Rusia pada Senin (23/5/2022) setelah 15 tahun berbisnis di Rusia.
Baca Juga: Dari Mana Pemasok Senjata KKB Papua? Akhirnya Terungkap Dilakukan dari Dua Negara Ini
Saat hubungan Rusia dengan Barat makin memanas, Rusia menengok hubungannya dengan China.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan akan fokus mengembangkan hubungan dengan China karena hubungan ekonomi dengan Amerika Serikat dan Eropa terputus.
"Jika (negara) Barat ingin menawarkan sesuatu untuk melanjutkan hubungan, maka kami akan mempertimbangkan secara serius apakah kami akan membutuhkannya atau tidak," katanya dalam sebuah pidato, menurut transkrip di situs web kementerian luar negeri.
"Kini Barat telah mengambil 'posisi diktator', jadi hubungan ekonomi kita dengan China akan tumbuh lebih cepat," imbuhnya.