Pria Pacitan Ditangkap Polisi Karena Jual Lagi Internet IndiHome, Pantesan Untung Gede!

Rabu, 13 April 2022 | 16:23
oscarmini

Ilustrasi Wifi Tethering

Nextren.com - Akses internet unlimited ternyata tidak boleh dibagi dan diperjualbelikan lagi, seperti kasus pria di Pacitan ini.

Seorang pria berinisial IA (28) di Pacitan, Jawa Timur, ditangkap polisi karena telah menyalurkan jaringan internet WiFi secara ilegal ke 96 pelanggan.

Modusnya, IA berlangganan paket kuota internet (bandwidth) dari penyedia jasa internet (ISP) PT Telkom Indonesia sebesar 90 Mbps.

Lalu, kuota WiFi miliknya itu dijual lagi kepada 96 pelanggannya, seperti dilansir kompas.com (12/4).

Setiap pelanggan diberikan jatah bandwith internet 0,8 Mbps dengan biaya Rp 165.000 per bulan.

Baca Juga: Duh Bikin Pusing! Tarif Bulanan WiFi IndiHome Ikut Naik Imbas PPN Jadi 11 Persen!

Sekilas tak ada yang salah dari cara bisnis IA tersebut, karena dia sudah berlangganan dan dianggap berhak penuh atas paket internetnya.

Namun di Indonesia, praktik menyediakan layanan internet tanpa izin, seperti yang dilakukan IA di atas, termasuk sebagai tindak pidana. Tak heran bila IA diringkus oleh kepolisian Pacitan. Lantas, apa dasar hukumnya?

Di tengah tingginya kebutuhan akses internet saat ini, membeli akses internet lewat WiFi seperti itu tentu menyenangkan.

Selain lebih stabil dibanding koneksi operator seluler, internet lewat WiFi juga lebih kencang dan murah.

Melanggar UU Cipta Kerja Pasal 11

Sesuai UU, di Indonesia hanya penyelenggara telekomunikasi yang bisa menjual akes jaringan internet ke masyarakat.

Adapun penyelenggara telekomunikasi itu bisa perorangan, koperasi, BUMD, BUMN, perusahaan swasta, instansi pemerintah, atau instansi pertahanan keamanan negara.

Nah sebelum penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilaksanakan, maka penyelenggara telekomunikasi harus terlebih dahulu memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Hal tersebut diatur di Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Bila melanggar Pasal 11 ayat (1) tersebut, maka pihak yang bersangkutan akan dikenai hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1,5 miliar.

Dalam kasus IA, dia tidak memiliki ijin sebagai penyelenggara jasa, sehingga IA hanya boleh memakai jaringan WiFi dari Telkom tersebut untuk keperluan pribadinya. Sesuai UU, dia boleh menjual akses internetnya ke orang lain.

Baca Juga: MediaTek Kenalkan Teknologi WiFi 7, Kecepatan Unduh Up-to 40GBps

Untung 15 juta per bulan

IA berlangganan paket kuota internet dari PT Telkom Indonesia sebesar 90 Mbps seharga Rp 1,3 juta per bulan.

Lalu IA menggunakan alat khusus, sehingga kuota WiFi tersebut bisa dijual ke 96 pelanggannya.

Setiap pelanggan mendapatkan 0,8 Mbps dengan beban biaya Rp 165.000 per bulan.

Kepolisian Pacitan menyatakan bahwa bisnis WiFi ilegal IA itu merugikan pelanggan, karena beban biaya langganan IA tidak sesuai dengan kapasitas internet WiFi yang ditawarkan.

Di situs resmi IndiHome, layanan jaringan internet WiFi lewat kabel fiber optic dari PT Telkom Indonesia, ditawarkan dengan kecepatan 30 Mbps, 50 Mbps, dan 100 Mbps.

Kecepatan 30 Mbps, internet WiFi IndiHome dikenakan biaya Rp 330.000 per bulan.

IA juga menarik uang tambahan sebesar Rp 1,5 juta untuk pemasangan awal.

Sedangkan biaya pemasangan awal dari Telkom dipatok mulai Rp 200.000-an, tergantung paket yang dipilih.

Baca Juga: Viral Mesin WiFi Bayar Pakai Koin, Harga Rp 1.000/Jam dan Segini Untungnya

Dari usaha ilegalnya itu, IA bisa meraup untung hingga Rp 15 juta per bulan.

Pelanggan sebenarnya bisa mengecek sendiri daftar ISP legal di Indonesia lewat situs web Ditjen PPI Kominfo berikut ini.

Ijin usaha bagi penyelenggara telekomunikasi itu penting, karena salah satu tujuan utamanya adalah untuk perlindungan konsumen.

Dengan adanya ijin resmi, maka penyedia jasa internet akan tunduk dan patuh pada aturan undang-undang, termasuk soal penetapan harga.

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya