Strategi Percepatan Transformasi Digital Nasional Lewat Konsolidasi Operator

Jumat, 22 Oktober 2021 | 19:58
kompas

BTS Operator

Nextren.com — Dalam berbagai kesempatan, banyak pihak menyatakan bahwa transformasi digital menjadi hal penting yang bisa dijadikan tumpuan percepatan bangkitnya ekonomi nasional.Terkait hal itu, merger operator Indosat Ooredoo dan Tri yang baru saja berlangsung, menjadi salah satu langkah penting untuk mempercepat transformasi digital tersebut.Program Transformasi Digital Nasional 2024 yang dicanangkan pemerintah merupakan harapan bangkitnya ekonomi Indonesia di masa pandemi, yang diharapkan bisa tumbuh rata-rata 5% (2022—2026).

Sektor Telekomunikasi dianggap bisa menjadi industri pendorong transfromasi digital tersebut.

Lewat ekonomi digital yang bertumpu pada kemajuan teknologi telematika inilah, diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah.

Baca Juga: Indosat Ooredoo dan Tri Resmi Merger, Ini Manfaat Bagi Pelanggan dan Industri Ada 3 pilar yang mendorong terciptanya transformasi digital. Pertama adalah infrastruktur digital yang dapat dicapai dengan membangun konektivitas nasional hingga ke daerah 3T, membangun pusat data nasional, dan penataan frekuensi.

Kedua, lewat pemanfaatan digital yang dilakukan oleh pemerintah dan sektor-sektor penting hingga UMKM dan pertanian di pedesaan.

Ketiga, melalui penguatan pendukung, seperti keamanan siber, big data, fintech sampai ke mempersiapkan literasi masyarakat dan SDM di bidang TIK.

Kondisi digital ekonomi Indonesia saat ini tengah mengalami kenaikan PDB 5.5% (BPS 2019), tapi tidak diiringi dengan pertumbuhan industri komputer dan elektronik yang turun -0.15%.

Hal ini disebabkan sisi konsumsi barang dan jasa import sangat tinggi dibandingkan export. Sedangkan, untuk PDB di sektor Komunikasi dan Informasi mengalami kenaikan rata-rata 10% (BPS 2019).

Sebelum pandemi antara kurun waktu Januari 2019—Januari 2020 saja sudah terjadi peningkatan penggunaan koneksi mobile phone 4.6% dan pemakaian internet 17%.

Memasuki era pandemi covid-19 mulai terpetakan industri-industri yang bakal terus bertahan, salah satunya ICT, selain e-commerce, kesehatan, layanan dan peralatan medis, pemrosesan makanan, retail makanan, dan pertanian.

Melihat cukup pentingnya peran industri telekomunikasi untuk mendorong percepatan transformasi digital di Indonesia maka dibutuhkan kesehatan dan keberlangsungan industri ini.

Baca Juga: Untung Rugi dan Kekhawatiran Merger Indosat-Tri Bagi Pelanggan

Apalagi bandwidth sekarang, sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat, akibatnya telekomunikasi menjadi sebuah kepentingan nasional.

Bayangkan jika bandwidth internet mengalami blackout, segalanya akan terganggu. Tidak hanya layanan pemerintahan, kebutuhan masyarakat, hingga hal-hal terkait keadaulatan negara dapat terancam.

Operator Sedang Tidak Baik

Industri telekomunikasi saat ini di Indonesia bahkan di seluruh dunia tidak dalam kondisi baik disebabkan adanya tren pendorong negatif.

Menurut Sarwoto Atmostarno, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), CAPEX perusahaan terus meningkat akibat kebutuhan bandwith yang lebih besar.

Menurut Sarwoto, bisa dikatakan sekarang jumlah pelanggan telekomunikasi sudah di titik jenuh tapi bertipe konsumen bandwidth hunger.

Sedangkan harga layanan data di Indonesia merupakan yang terendah setelah India.

Harga layanan terus turun, otomatis berpengaruh pada pendapatan yang menurun.

"Sedangkan, biaya investasi tinggi dan teknologinya memiliki durasi tertentu dengan kebutuhan pergantian platform,” jelas mantan Direktur Utama Telkomsel itu , dalam diskusi terbatas yang digelar oleh Indonesia Technology Forum (ITF) pada Jumat, 22 Oktober 2021.

Saat ini pergeseran nilai telekomunikasi dimana rantai nilai tidak lagi dikuasai oleh operator, tapi beralih ke device dan aplikasi.

Baca Juga: XL Axiata dan Smartfren Dikabarkan Sedang Penjajakan untuk Proses Merger

Bisa dikatakan era kejayaan operator sudah berakhir dan pertumbuhan perusahaan berbasis teknologi semakin jauh melesat.

Sarwoto menambahkan kondisi ini sudah diramalkan sejak 2013 dimana pendapatan konten akan lebih besar dari infrastruktur.

Padahal tanpa operator telekomunikasi semua industri teknologi itu tidak berdaya.

Untuk itu industri telekomunikasi membutuhkan langkah-langkah inovasi, salah satunya dengan melakukan konsolidasi bisnis atau merger, seperti yang dilakukan oleh Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia belum lama ini.

Dengan merger terjadi sinergi sehingga bisa melakukan efisiensi dan menekan biaya.

Sebab, operator yang tidak bisa mencapai target EBITDA 6—8% pertahun selama 4—6 tahun berturut akan mati dengan sendirinya.

Lewat merger dua perusahaan juga bisa melakukan akuisisi data konsumen dan membangun market share bersama.

Seperti yang kita ketahui bahwa jumlah pelanggan Tri sebanyak 44 juta dan Indosat Ooredoo 60 juta, yang jika dijumlahkan akan menempati posisi kedua operator dengan jumlah pelanggan terbanyak.

Baca Juga: Merger Operator Indosat Ooredoo dan 3 Percepat Pemerataan 4G LTE di Indonesia

Perusahaan Teknologi

Namun merger hanyalah pintu masuk untuk menyelamatkan operator dari kondisi pasar saat ini.

Untuk keluar dari posisi bertahan hingga mencapai kondisi sehat dan bertumbuh, operator dipaksa untuk mengubah dirinya menjadi perusahaan teknologi.

Caranya dengan mengakuisisi perusahaan-perusahaan teknologi rintisan (start up) sembari berinvestasi di infrastruktur.

Layar belakangnya adalah pertumbuhan perusahaan teknologi secara global yang berkembang pesat dengan kapitalisasi pasar tumbuh 29% (CAGR 2009—2020) yang diakselerasi oleh dampak Covid-19, sedangkan perusahaan telekomunikasi tumbuh stagnan hanya 3%.

Melihat data tersebut, maka akan sangat menguntungkan jika perusahaan telekomunikasi mau mengubah diri menjadi perusahaan teknologi.

Berburu Startup

Menurut Sarwoto, perburuan start up menjadi tren di kalangan operator saat ini.

Meski berisiko besar, mengakuisisi start up jauh lebih murah dan diharapkan lebih menguntungkan, dibandingkan dengan mengakuisisi perusahaan teknologi kelas unicorn.

Lewat merger dan perbaikan infrastruktur, operator bisa mempunyai posisi tawar yang baik untuk dapat mengakuisisi perusahan teknologi incarannya.

Sehatnya industri telekomunikasi tidak hanya berguna bagi industri itu sendiri, karena keberlangsungan hidupnya akan memberi dampak sangat besar bagi program transformasi digital nasional.

Tanpa internet, ekonomi digital yang diharapkan meningkatkan pendapatan negara tidak akan tercapai.

Baca Juga: Inilah Pendukung Percepatan 5G di Indonesia Menurut Ericsson

Peran Pemerintah dan Masyarakat

Butuh peran pemerintah untuk mempercepat regulasi yang dibutuhkan serta peran masyarakat untuk mendorongnya, agar index digital Indonesia dapat meningkat.

Transformasi digital merupakan tumpuan harapan bangkitnya ekonomi Indonesia saat ini. Terlebih selama dua tahun lebih mengalami pandemi.

Telekomunikasi atau core ICT yang dilakukan oleh operator merupakan motornya. Maka proses merger and acquisition (M&A) harus dilakukan.

Jika tidak operator-operator hanya akan berada di level survival.

Padahal yang dibutuhkan untuk proses transformasi digital itu sendiri adalah perusahaan telco yang sustainable. Sarwoto menegaskan, “Sustainability Telcos adalah kepentingan nasional.” (*)

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya