Nextren.com - Setelah membatalkan hasil lelang frekuensi 2,3 GHz di rentang 2.360-2.390 Mhz, Kementerian Komunikasi dan Informatika kini mengklarifikasi bahwa spektrum 2,3 GHz tidak untuk menggelar jaringan 5G, seperti yang selama ini digaungkan.
"Saya perlu tekankan di sini bahwa pelelangan spektrum 2,3 GHz tidak ada hubungannya dengan deployment 5G," papar Johnny dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR di Jakarta, Senin (1/2/2021).
Spektrum tersebut, menurut Plate, digunakan untuk melengkapi kebutuhan operator untuk meningkatkan layanannya, termasuk untuk pemanfaatan 4G.
Baca Juga: Frekuensi 2,3GHz Dipakai Untuk 5G di Indonesia, Ini Respon Ericsson
Namun jika operator membutuhkannya untuk 5G, mereka bisa memanfaatkannya di kemudian hari.
Lantas, jika 2,3 GHz disebut oleh Kemenkominfo tidak untuk menggelar 5G, frekuensi mana yang dinilai paling cocok?
Frekuensi ideal
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi mengatakan spektrum yang ideal digunakan untuk menggelar 5G adalah pita frekuensi 2,6 GHz atau 3,6 GHz.
Pendapat itu senada dengan laporan GSM Association (GSMA) yang berjudul "5G Spectrum: GSMA Public Policy Position" yang dipublikasikan pada Maret 2020 lalu.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa pita frekuensi 2,5 GHz di rentang 3,3 GHz-3,8 GHz cukup umum digunakan beberapa negara yang telah menggelar 5G, seperti Korea Selatan.
Namun di sisi lain, jumlah negara yang menggunakan pita frekuensi 3,8 GHz-4,2 GHz juga mulai meningkat.
Negara-negara yang menjadi pengguna awal 5G seperti China dan Jepang, bahkan menggunakan pita frekuensi 4,5 GHz - 5 GHz.
Kendati demikian, GSMA melaporkan beberapa negara juga berencana mengadopsi spektrum 2,3 GHz, 2,5 Ghz atau 2,6 Ghz.
Baca Juga: Ini Alasan Kominfo Batalkan Lisensi 5G untuk Smartfren, Telkomsel dan Tri
Untuk lower band, pita frekuensi 700 Mhz menjadi prioritas Eropa untuk menggelar 5G, demi mendapatkan cakupan yang luas. Sementara pemerintah AS, memilih menggunakan pita frekuensi 600 Mhz di layer tersebut.
Kesiapan Indonesia GSMA menyebut dibutuhkan harmonisasi dan penataan ulang spektrum atas tiga layer untuk menggelar 5G, yaitu upper band, middle band, dan lower band.
Selain middle band yang jadi spektrum inti, low band juga penting untuk memperluas cakupan 5G, terutama di daerah-daerah sub-urban dan pedesaan.
Sementara upper band digunakan untuk memenuhi kebutuhan broadband berkecepatan tinggi.
Bagaimana dengan kesiapan Indonesia dalam menyediakan frekuensi untuk 5G?
Kemenkominfo sendiri mengatakan akan menyiapkan tiga layer spektrum untuk menggelar jaringan 5G di Tanah Air.
Tiga layer itu terdiri dari pita atas (upper band) di 26 GHz, pita tengah (middle band) di frekuensi 2,6 GHz, dan pita bawah (lower band) di 700 MHz - 800 MHz.
Namun belum diketahui kapan Kominfo akan menggelar lelang untuk frekuensi di tiga layer tersebut.
Baca Juga: Nokia Akan Luncurkan Beberapa HP 5G di Q1 dan Q2, Ini Bocorannya!
2,3 GHz disebut layak
Terlepas dari pembatalan hasil lelang frekuensi 2,3 GHz yang dilakukan Kominfo, Ridwan Effendi menyebut pita frekuensi tersebut masih layak digunakan untuk menggelar jaringan 5G.
Ridwan mengatakan, penggunaan frekuensi 2,3 GHz dimungkinkan jika operator sepakat untuk melakukan spectrum sharing. "Idealnya (di frekuensi 2,3 GHz) yang 90 Mhz dipakai oleh satu operator."
"Bisa juga dipakai bersama (sharing) kalau semua operator sepakat," jelas Ridwan kepada KompasTekno beberapa waktu lalu.
Anulir hasil lelang
Sebelumnya, Kemenkominfo mendadak menganulir hasil seleksi lelang frekuensi 2,3 GHz di rentang 2.360-2.390 Mhz yang dilakukan akhir tahun 2020 lalu.
Menteri Kominfo, Johnny G. Plate mengungkapkan alasan pembatalan adalah demi akuntabilitas dan transparansi.
Padahal, Kominfo sudah mengumumkan tiga operator sebagai pemenang lelang.
Ketiganya adalah Telkomsel, Smartfren, dan Hutchison Tri Indonesia.
Masing-masing mendapat jatah alokasi pita frekuensi sebesar 10 Mhz.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kominfo Sebut Frekuensi 2,3 GHz Bukan untuk 5G, Lantas Mana yang Ideal?"Penulis : Wahyunanda Kusuma Pertiwi