Nextren.com - Setelah dua tahun berada di bawah permukaan laut, pusat data (data center) milik Microsoft akhirnya diangkat ke daratan pada 15 September 2020.
Data center itu sengaja ditenggelamkan Microsoft di pesisir laut Orkney, Skotlandia, sejak 2018 lalu, sebagai bagian dari Project Natick fase kedua.
Project Natick adalah penelitian Microsoft untuk menentukan kelayakan pusat data di bawah laut, dengan menggunakan energi yang terbarukan.
Proyek ini juga menjadi studi apakah dengan cara itu bisa menghemat energi atau tidak.
Baca Juga: Google Buat Jaringan Internet Bawah Laut, Hubungkan Afrika dan Eropa
Pada 2018 lalu, pusat data yang ditenggelamkan terdiri dari 12 rak dengan 864 server dan penyimpanan berkapasitas 27,6 petabytes.
Saat diangkat, kapsul berwarna putih itu diselimuti oleh alga atau ganggang laut.
Meski demikian, server yang berada di dalamnya diklaim masih berfungsi dengan baik.
Dari 855 server onboard yang dimasukkan kapsul dan ditenggelamkan, ternyata hanya delapan yang tidak bisa bertahan.
Tingkat kegagalan itu menurut Microsoft lebih baik dibandingkan dengan pusat data yang berada di darat.
"Tingkat kegagalan yang kami temukan (pada server yang ditaruh di dalam air) adalah seperdelapan dari (tingkat kegagalan server) yang kami jumpai di daratan," ujar Ben Cutler, pimpinan Project Natick dihimpun KompasTekno dari BBC News, Rabu (16/9/2020).
Tingkat kegagalan yang lebih rendah itu kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya interaksi dengan manusia, serta server yang beroperasi di lingkungan kaya nitrogen yang disuntikkan dalam kapsul, alih-alih udara yang kaya oksigen seperti di darat.
"Kami mengira bahwa hal itu ada hubungannya dengan atmosfer nitrogen yang dapat mengurangi korosi dan lebih dingin, serta tidak orang yang mengutak-atiknya," kata Cutler.
Baca Juga: Korban Hape Terblokir Bermunculan Akibat Molornya Pemblokiran, Dimulai 18 April atau 15 September?
Konsultan di bidang industri pusat data, David Ross memprediksi bahwa proyek semacam yang dilakukan Microsoft ini memiliki peluang besar dalam pengembangan pusat data berkelanjutan.
Selain itu, David juga menyebut bahwa dengan disimpannya pusat data di dalam air, hal itu bisa terhindar dari risiko bencana alam atau ancaman serangan teroris.
"Ini merupakan cara yang efektif ketika memindahkan sesuatu (pusat data) ke lokasi yang lebih aman tanpa harus mengeluarkan biaya infrastruktur yang besar, untuk membangun sebuah gedung penyimpanan," pungkas David.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dua Tahun Microsoft Riset Taruh Server di Bawah Laut, Ini Temuan Mereka"Penulis : Conney Stephanie