IBM Mengaku Tidak Mau Lagi Kembangkan Teknologi Pengenalan Wajah

Selasa, 09 Juni 2020 | 12:24
Infinix

Face Unlock

Nextren.com-Perusahaan teknologi IBM mengumumkan tidak menawarkan secara umum teknologi pengenalan wajah dan software analisis.

Pengumuman tersebut diumumkan oleh Arvind Krishna selaku CEO IBM.

IBM juga mengaku tidak akan mengembangkan atau meneliti teknologi tersebut kembali.

Arvind dalam pernyataan tersebut telah mengirimkan sebuah email yang berisikan hal tersebut secara spesifik.

Baca Juga: Wanita Tangguh Bos Perusahaan Teknologi IBM Gini Rometty Mundur Setelah Bekerja Sejak Tahun 1981

Isi suratnya, IBM dengan tegas menentang dan tidak akan membiarkan penggunaan teknologi khususnya pengenalan wajah apa pun, termasuk teknologi pengenalan wajah yang ditawarkan oleh vendor lain, untuk pengawasan massal, profil rasial, pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan dasar, atau tujuan apa pun yang tidak konsisten dengan nilai-nilai kami dan Prinsip Kepercayaan dan Transparansi.

IBM berpendapat sekarangsaatnya untuk memulai dialog nasional tentang apa dan bagaimana teknologi pengenalan wajah harus digunakan oleh lembaga penegak hukum domestik.

IBM telah mencoba untuk membantu dengan masalah dalam pengenalan wajah, merilis kumpulan data publik pada tahun 2018 yang dirancang untuk membantu mengurangi bias sebagai bagian dari data pelatihan untuk model pengenalan wajah.

Namun, IBM juga menemukan berbagai set data pelatihan terpisah dari hampir satu juta foto pada Januari 2019 yang diambil dari Flickr tanpa persetujuan dari subyek,meskipun foto dibagikan di bawah lisensi Creative Commons.

Baca Juga: Makin Aneh, IBM Akan Bikin Smartwatch yang Bisa Berubah Jadi HP dan Tablet

IBM mengatakandalam pernyataan pada saat tahun 2018 tersebut, bahwa kumpulan data hanya bisa diakses oleh peneliti yang terverifikasi dan hanya gambar yang tersedia untuk umum.

Perusahaan juga mengatakan bahwa individu atau pengguna dapat memilih keluar dari kumpulan data.

Dalam surat Krishna jugamengadvokasi reformasi kepolisian, dengan alasan bahwa lebih banyak kasus pelanggaran polisi harus ditempatkan di bawah pengadilan federal dan bahwa Kongres harus membuat perubahan pada doktrin imunitas yang berkualitas, di antara langkah-langkah lainnya.

"Kita perlu menciptakan jalur yang lebih terbuka dan adil bagi semua orang Amerika untuk memperoleh keterampilan dan pelatihan yang dapat dipasarkan," ujar Krishna

Baca Juga: Gara-Gara Banyak Akun Palsu, Aplikasi Kencan Tinder Hadirkan Fitur Verifikasi Wajah

Ia juga menyarankan Kongres mempertimbangkan untuk meningkatkan model sekolah P-TECH secara nasional dan memperluas kelayakan untuk Pell Grants.

Software pengenalan wajah telah meningkat pesat selama dekade terakhir berkat kemajuan AI atau kecerdasan buatan.

Tetapi teknologi tersebutsering disediakan oleh perusahaan swasta dengan sedikit peraturan atau pengawasan federal.

Dengan begitu, teknologitelah terbukti menderita bias sepanjang umur, ras, dan etnis, yang dapat membuat alat tidak dapat diandalkan untuk penegakan hukum dan keamanan dengan matang untuk potensi pelanggaran hak-hak sipil.

Baca Juga: Microsoft Hentikan Investasi di Perusahaan Pengenal Wajah Asal Israel

Pada Desember 2019, penelitian dari National Institute of Standards and Technology mengungkapan sebagai contoh, bukti empiris untuk keberadaan berbagai akurasi di seluruh perbedaan demografis ialah di sebagian besar algoritma pengenalan wajah yang saat ini dievaluasi.

Teknologi juga mendapat kecaman karena perannya dalam pelanggaran privasi.

NIST tidak menyebutkan Amazon dalam persoalan ini.

Mengutip The Verge, Amazon merupakan salah satu dari sedikit perusahaan teknologi besar yang menjual software pengenalan wajah kepada penegak hukum.

Baca Juga: Cara Terkenal Lewat Animasi GIF di Medsos Lewat Aplikasi yang Mudah Ini!

Nama proram sofware tersebut ialahRekognition, yang telah dikritik karena akurasinya.

Contohnya pada tahun 2018, Uni Kebebasan Sipil Amerika menemukan bahwa Rekognition secara tidak benar mencocokkan 28 anggota Kongres dengan wajah-wajah yang diambil dari 25.000 foto publik.

(*)

Tag

Editor : Kama

Sumber The Verge