Kebocoran Data Sudah Lama Terjadi, Ini Kata Pakar Keamanan Siber

Sabtu, 23 Mei 2020 | 11:30
cyware

ilustrasi hacker

Laporan wartawan Nextren, Fahmi Bagas

Nextren.com- Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga telah alami masalah kebocoran data Daftar Pemelih Tetap (DPT) Pemilu 2014.

Dengan tercurinya data tersebut juga disebutkan kalau saat ini ada 200 juta data pribadi warga Indonesia dalam ancaman.

Kemarin, beredar sebuah postingan dari akun Twitter @underthebreach yang mengatakan bahwa ada 2,3 juta data pribadi milik KPU yang dijual di Dark Web.

Menangani hal tersebut, diketahui bahwa pihak KPU telah bekerja sama dengan Kemenkominfo dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Baca Juga: Bocor Lagi! 2,3 Juta Data Pribadi Warga Indonesia Dicuri, 200 Juta Terancam

Lalu bagaimana dengan kondisi data masyarakat nantinya?

Terkait itu, Alfons Tanujaya, salah satu pakar keamanan siber mengungkapkan bahwa sebenarnya kebocoran data bukanlah sesuatu hal yang baru.

"Kebocoran ini sebenarnya sudah lama tapi heran juga kenapa sekarang baru ramai," ungkapnya saat dihubungi oleh Nextren.

Ia menjelaskan bahwa kasus bocornya rekening salah satu wartawan senior, Ilham Bintang adalah salah satu masalah yang membuka mata bahwa data kependudukan sudah bocor.

Buktinya, para hacker ini bisa menggunakan data yang valid untuk membuat KTP palsu dengan mengaku sebagai calon korban.

Selain itu, tindak penipuan seperti minta uang transfer atau pembajakan akun WA juga menjadi bukti adanya pencurian data namun untuk kelas bawah.

Dengan adanya kasus yang makin merebak ini, Alfons Tanujaya memberikan beberapa masukkan agar kedepannya agar ada perbaikan dari berbagai lini.

Baca Juga: Anti Hacker Untuk Pemula, Inilah Password Manager Untuk Amankan Data

Industri Seluler

Industri ini dianggap Alfons sebagai sesuatu yang penting untuk melakukan perbaikan karena adanya kebocoran NIK penduduk Indonesia.

Sebab, diketahui bahwa sekarang para pengguna ponsel diharuskan untuk mendaftarkan diri terlebih dahulu, sebelum bisa mengaktifkan kartunya.

"Perusahaan seluler perli melakukan screening lebih ketat pada pendaftaran SIM baru," ujar Alfons.

Ia juga menyarankan agar bagi pengguna layanan paska bayar untuk diperketat pada proses screening KTP yang digunakan.

Baca Juga: Jangan Simpan Password Saat Login di Browser! Begini Alasannya

Industri Finansial

Alfons juga menyoroti industri finansial yang dalam kasus ini dipegang oleh bank.

Alasannya karena saat ini para pelaku kejahatan yang mencuri data pribadi kerap melakukan pengajuan untuk pembuatan rekening yang asli tapi palsu (aspal).

Jika memang ini terjadi, tentunya hal tersebut dapat mempersulit penelusuran data yang dilakukan oleh pihak berwajib demi bisa mencari data pelaku.

Ia menyarankan agar pihak perbankan ini bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk mendapatkan metode identifikasi KTP asli.

Baca Juga: Ini Akibat Fatal Dari Kebocoran Password, Jangan Anggap Remeh!

Kompas.com

Heboh Kebocoran Data KK dan E-KTP, Ini Tanggapan Kemendagri.

"Jadi kalau ada orang mengajukan KTP, bisa discan terlebih dahulu untuk uji coba keabsahannya," jelas Alfons.

Masyarakat

Sebagai korban utama dari kejadian pencurian data yang terjadi ini, masyarakat dihimbau untuk melakukan pengamanan yang lebih ketat terhadap datanya.

Melindungi aset data yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah dengan menyalakan sistem keamanan Two-Factor Aunthentication (TFA) dan One Time Password (OTP).

Ke depannya, Alfons Tanujaya berharap bahwa masyarakat bisa lebih sadar pentingnya sebuah data pribadi.

Selain itu, KPU atau lembaga pemerintah lainnya bisa memenuhi amanat Undang-Undang, dimana data penduduk yang telah diberikan agar dapat dijaga kerahasiaannya.

Hal lain yang diharapkan oleh Alfons adalah pengesahan segera dari RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) agar penegak hukum bisa lebih cepat dalam menindak pelanggaran seperti ini.

(*)

Tag

Editor : Wahyu Subyanto