Ini Rahasia Kelelawar Hidup Lama Meski Jadi Sarang Virus Corona, SARS, MERS, Ebola Hingga Rabies

Rabu, 05 Februari 2020 | 19:28
Shutterstock via Kompas

Kelelawar buah

Nextren.com - Wabah virus corona makin meluas, hingga ke puluhan negara.

Virus ganas itu diduga berasal dari kelelawar yang berpindah ke ular dan akhirnya bisa menular antar manusia karena sudah bermutasi.

Ternyata sejak dulu, kelelawar memang sudah dikenal menjadi rumah bagi banyak virus mematikan.

Kelelawar dianggap sebagai sumber penyebaran virus corona jenis baru dari Wuhan, atau novel coronavirus (2019-nCoV).

Kelelawar mungkin memang memiliki sistem kekebalan yang memungkinkannya hidup dengan banyak virus pembawa penyakit.

Baca Juga: Qualcomm Pamerkan Video 8K Hasil Olahan Snapdragon 865, Bening Banget!

President of EcoHealth Alliance Peter Daszak, yang sudah bekerja selama 15 tahun, telah mempelajari bagaimana penyakit berpindah dari hewan ke manusia.

"Kami belum tahu sumbernya, tapi ada bukti kuat bahwa virus corona Wuhan disebabkan oleh kelelawar."

"Mungkin kelelawar tapal kuda China, spesies umum yang beratnya satu ons," kata Daszak dilansir dari New York Times, Selasa (28/1/2020).

Jika kelelawar benar adalah penyebab virus corona Wuhan, artinya strain ini bergabung dengan banyak virus lain yang dibawa kelelawar.

Baca Juga: ZTE Batal Ikut Konferensi Pers di Pameran Teknologi MWC 2020 Gara-gara Efek Coronavirus

Untuk diketahui, epidemi SARS dan MERS disebabkan oleh virus corona dari kelelawar.

Satu kelelawar dapat meng-host berbagai virus tanpa membuat mereka sakit.

Namun, kelelawar adalah reservoir alami untuk virus Marburg, serta virus Nipah dan Hendra, yang telah menyebabkan penyakit manusia dan wabah di Afrika, Malaysia, Bangladesh, dan Australia.

Kelelawar dianggap sebagai reservoir alami untuk virus Ebola.

Mereka juga membawa virus rabies, tetapi dalam kasus itu kelelawar juga memengaruhi penyakit tersebut.

Kelelawar memiliki toleransi tinggi yang melebihi mamalia lain.

Inilah keunggulan mereka.

Baca Juga: Paten Xiaomi Kedapatan Akan Hadirkan Smartphone dengan Kamera Lipat

Kompas.com
Skivo Marcelino Mandey

Joly Adrian tetap menjajakan daging kelelawar meski beredar kabar kelelawar menyebarkan virus Corona

Kelelawar adalah satu-satunya mamalia terbang yang melahap serangga pembawa penyakit.

Namun, kelelawar membantu penyerbukan banyak buah, seperti pisang, alpukat, dan mangga.

Nah, kemampuan mereka untuk hidup berdampingan dengan virus yang dapat menyebar ke hewan lain, khususnya manusia, adalah hal buruk.

Hal itu yang akan menghancurkan manusia, apalagi jika kelelawar dimakan.

Bagaimana kelelawar hidup lama dengan virus?

Baca Juga: Lagi-Lagi Google Temukan 24 Aplikasi Berbahaya di Play Store, Padahal Sudah Diunduh 382 Juta Kali

Mempelajari bagaimana kelelawar hidup dan membawa begitu banyak virus penyakit telah menjadi pertanyaan mendalam bagi sains.

Penelitian baru menunjukkan, jawaban dari pertanyaan itu mungkin terkait bagaimana adaptasi evolusi kelelawar untuk terbang mengubah sistem kekebalan tubuh mereka.

Dalam makalah yang terbit tahun 2018 di Cell Host dan Microbe, para ilmuwan di China dan Singapura melaporkan penyelidikan mereka tentang bagaimana kelelawar menangani sesuatu yang disebut penginderaan DNA.

Tuntutan energi penerbangan begitu besar sehingga sel-sel di dalam tubuh terurai dan melepaskan serpihan DNA yang kemudian mengambang di tempat yang seharusnya.

Baca Juga: Huawei Rilis Konsep Hape Masa Depan, Berwujud Transparan ala Film Sci-fi

tangkap layar mirror.co.uk

Seorang influencer yang populerkan makan sup kelelawar mendapatkan ancaman mati

Mamalia, termasuk kelelawar, memiliki cara untuk mengidentifikasi dan merespons potongan DNA semacam itu, yang mungkin mengindikasikan invasi organisme penyebab penyakit.

Namun pada kelelawar, ahli menemukan, evolusi telah melemahkan sistem itu, yang biasanya akan menyebabkan peradangan saat melawan virus.

Kelelawar telah kehilangan beberapa gen yang terlibat dalam respons itu.

Hal itu masuk akal karena peradangan itu sendiri dapat sangat merusak tubuh.

Mereka memiliki respons yang melemah tetapi masih ada.

Baca Juga: Imbas Virus Corona, Aplikasi Zoom Justru Alami Peningkatan Nilai Saham

Dengan demikian, para peneliti menulis, tanggapan yang melemah ini memungkinkan mereka untuk mempertahankan "keadaan seimbang 'tanggapan efektif' tetapi tidak 'tanggapan berlebihan' terhadap virus.

Cara mengelola dan mengandung wabah virus saat ini yang secara resmi dikenal sebagai 2019-nCoV, tentu saja sangat penting sekarang.

Tapi melacak asal-usulnya dan mengambil tindakan untuk memerangi wabah lebih lanjut, mungkin sebagian bergantung pada pengetahuan dan pemantauan kelelawar.

"Wabah dapat dikendalikan. Tetapi jika kita tidak tahu asal usulnya dalam jangka panjang maka virus ini dapat terus meluas," kata Dr. Daszak.

Baca Juga: Huawei Rilis Konsep Hape Masa Depan, Berwujud Transparan ala Film Sci-fi

freepik
arrow_smith2

Virus corona diduga berasal dari kebiasaan masyarakat China mengonsumsi kelelawar

Para ilmuwan di China sudah mempelajari kelelawar dengan hati-hati, menyadari betul bahwa wabah seperti saat ini kemungkinan besar akan terjadi.

Kelelawar hidup di setiap benua kecuali Antartika, dekat dengan manusia dan peternakan.

Kemampuan terbang membuat mereka sangat luas, yang membantu menyebarkan virus, dan kotorannya dapat menyebarkan penyakit.

Terlebih banyak orang di belahan dunia makan kelelawar yang diketahui merupakan sumber SARS dan diduga kuat sebagai sumber masalah wabah corona Wuhan.

Kelelawar juga sering hidup dalam koloni besar di gua-gua, di mana kondisi yang ramai ideal untuk saling menularkan virus.

Baca Juga: Peluncuran Xiaomi Mi 10 dan Mi 10 Pro Diundur Akibat Virus Corona

Dalam laporan tahun 2017 di Nature, Dr. Daszak, Kevin J. Olival dan rekan-rekan lainnya dari EcoHealth Alliance, melaporkan bahwa mereka telah membuat database 754 spesies mamalia dan 586 spesies virus.

Mereka juga menganalisis virus mana yang dilindungi oleh mamalia dan bagaimana mereka memengaruhi tuan rumah mereka.

Mereka membenarkan apa yang dipikirkan oleh para ilmuwan, yakni "Kelelawar adalah tuan rumah bagi proporsi zoonosis yang jauh lebih tinggi daripada semua ordo mamalia lainnya."

Menariknya, kelelawar tak cuma bisa selamat dari virus yang ada di tubuh mereka.

Kelelawar juga berumur panjang.

Baca Juga: Meski Terhalang Sanksi AS, Penjualan Huawei Mampu Menyalip Apple Pada 2019

Sebut saja kelelawar besar, spesies paling umum di AS yang dapat hidup hingga 20 tahun di alam liar.

Spesies lain seperti kelelawar kecil dari Siberia bisa hidup sampai 41 tahun.

Ini sangat berbeda jika dibanding mamalia kecil lain, tikus misalnya, yang hanya bisa hidup sampai dua tahun.

Masih banyak yang harus dipelajari tentang kelelawar.

Baca Juga: Beredar Hoax Corona di Indonesia, Kominfo Berusaha Cegah Dengan SMS

Bagaimana fisiologi dan virus mereka yang bisa memengaruhi manusia.

Namun, kelelawar tak salah sepenuhnya.

Gaya hidup dan apa yang kita konsumsi juga sangat berperan.

Oleh sebab itu, Daszak mengingatkan untuk berhenti menjual atau membeli hewan liar seperti kelelawar.

Ini demi mengurangi penyebaran virus baru di masa depan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Memiliki Banyak Virus, Bagaimana Kelelawar Bisa Hidup Sangat Lama?"Penulis : Gloria Setyvani Putri

Tag

Editor : Wahyu Subyanto