Nextren.com - Kementerian Pariwisata atau Kemenpar berencana menertibkan aplikator penginapan berbiaya terjangkau yang belakangan semakin marak di sejumlah daerah, khususnya di kawasan pariwisata yang jadi kantong turis.
Diberitakan harian Kompas, 17 Januari 2020, Kemenpar akan menertibkan bisnis operator hotel berbasis daring, seperti OYO dan RedDoorz.
Dua perusahaan itu dinilai mencampuradukkan usaha akomodasi dengan indekos sehingga mengganggu iklim industri perhotelan.
Operator penginapan dan hunian sewa itu menerapkan model bisnis ekonomi berbagi.
Baca Juga: Youtube Rilis Fitur Identitas Profile Pop Up di Aplikasi Untuk Android
Namun, aturan yang mendasari bisnis itu belum ada. Akibatnya, bisnis indekos dimanfaatkan untuk penginapan atau akomodasi.
Padahal, usaha akomodasi wajib memiliki perizinan akomodasi dan tanda daftar usaha pariwisata, serta membayar pajak.
”Jangan sampai mereka klaim kos-kosan itu (bisa) menjadi usaha akomodasi. Mereka harus mengambil keputusan, ganti nama dan pasar dalam jaringan untuk bisnis kos-kosan,” kata Asisten Deputi Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Hengky Manurung di Jakarta, Kamis (16/1/2020) lalu.
Hengky menambahkan, jika Oyo dan RedDoorz masih menggunakan tempat indekos sebagai akomodasi, pihaknya akan membawa persoalan ini ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Baca Juga: Microsoft Edge, Pilihan Aplikasi Browser yang Tampilannya Mirip Chrome
Secara terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani mengemukakan, praktik bisnis operator hotel berbasis daring yang menabrak regulasi menimbulkan persaingan yang tidak sehat.
”Pengelolaan indekos berbasis hunian sewa bulanan yang menjadi penginapan harian telah merusak ekosistem bisnis akomodasi,” katanya.
Diprotes pengusaha hotel melati
Ketua Perhimpunan Hotel Non Bintang (PHNB), Sutrisno Iwantono, mengatakan pemerintah harus tegas pada aplikator jasa penginapan agar tak merugikan pelaku usaha perhotelan yang berkontribusi rutin membayar pajak.
"Kita bukan tak mau bersaing, tapi fair sajalah. Masa iya kos-kosan dijadikan penginapan, apartemen kosong dijadikan hotel. Ini kan sudah jelas peruntukkannya, perizinannya bagaimana ini," ucap Sutrisno kepada Kompas.com, Senin (20/1/2020).
Baca Juga: Inilah 2 Aplikasi yang Bisa Bantu Kamu Beli Buku Secara Online
Menurutnya, bak jamur di musim hujan, banyak tempat tinggal seperti rumah kosong, apartemen, hingga tempat kos beralih jadi penginapan kelas budget seiring menggeliatnya sektor pariwisata.
Dia berharap, agar pemerintah bisa melakukan penertiban kalau memang jaringan penginapan tersebut bukan untuk usaha sektor perhotelan.
"Ini tidak fair, kita bayar pajak, mereka ini seperti OYO nggak bayar pajak hotel. Jadi ya harapannya ada semacam penertiban. Sementara kita ada izinnya, bayar pajaknya. Masa iya apartemen bisa seenaknya disewakan buat penginapan," ujar Sutrisno.
Dia mengatakan sudah banyak anggotanya yang mengeluhkan sepinya kunjungan setelah semakin masifnya penginapan berbasis aplikasi daring.
"Jelas menurun sekali (okupansi) sejak ada OYO, Reddorz, atau semacamnya," ujar Sutrisno.
Baca Juga: Sering Kehabisan Baterai? 6 Faktor Ini Mungkin Bisa Jadi Penyebabnya
Respon OYO dan Reddoorz
Head of Public Relations and Communications OYO Indonesia Meta Rostiawati saat dikonfirmasi menjelaskan, OYO menawarkan dua bentuk kerja sama kepada pemilik mitra properti, yaitu jasa pemasaran dan operasional bisnis secara mandiri.
Sementara, Head of Operation RedDoorz Indonesia Omri Sirait mengatakan, RedDoorz menyampaikan terus berkoordinasi secara berkesinambungan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk menindaklanjuti hal-hal terkait perizinan.
Sebagai informasi, baik OYO maupun Reddoorz merupakan platform yang menawarkan jasa sewa penginapan, khususnya penginapan dengan budget terjangkau.
Baca Juga: Polisi Ikut Menangani Kasus Pembobolan Simcard dan Rekening Wartawan Senior Ilham Bintang
Tren kunjungan wisatawan di sejumlah kawasan wisata di Indonesia mendorong tumbuh suburnya bisnis penginapan murah berbasiskan aplikasi, lantaran pasar Indonesia yang menggiurkan.
Sebelum kemunculan OYO dan Reddoorz, pemain aplikator penginapan lain yang sudah lebih dulu eksis salah satunya yakni Airbnb dan Airy.
OYO contohnya. Startup asal India ini berkembang cukup pesat di Indonesia.
Dengan mengadopsi model manchise (management and franchise) laiknya pada bisnis waralaba, manajemen hotel dikelola sesuai dengan standar yang ditetapkan OYO.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kontroversi OYO dan RedDoorz, Dicari Backpacker tetapi Tak Bayar Pajak"Penulis : Muhammad Idris