"Untuk mencapai visinya menjadi negara dengan ekonomi terkuat kelima hingga ketujuh di dunia pada tahun 2045, pemerintah membutuhkan investasi TIK yang signifikan untuk mempercepat platform One Data Indonesia dan transformasi digital pada lebih banyak layanan publik," ujar Tomoo.
Kearney juga mengatakan investasi TIK yang kurang ini mengingat anggaran pemerintah yang terbatas.
Menurutnya Indonesia dapat menggunakan opsi pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur cloud pemerintah yang terpusat.
Selain itu, bisa juga menciptakan ekosistem digital yang kuat, dan membantu pemerintah memungkinkan berbagi data antar kementerian.
Baca Juga: Melirik Desain Huawei FreeBuds Pro 2, Masuk Indonesia 29 Agustus Nanti
Alvin Suadarna, konsultan di Kearney, juga ikut berpendapat bahwa pendekatan inovatif seperti bermitra dengan perusahaan swasta akan menjadi salah satu cara untuk mendukung pengembangan infrastruktur TI.
"Indonesia juga dapat menginisiasi kerja sama dengan organisasi internasional yang memiliki tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan nasional," ungkap Alvin.
Mengapa e-government sangat penting?
Kearney memberikan contoh yang telah terjadi di provinsi termiskin China di barat daya, Guangxi Zhuang, lalu juga di Korea dan Singapura.
Di Daerah Otonomi Guangxi Zhuang, memperoleh bantuan dari Bank Dunia pada tahun 2018 untuk membiayai platform bertenaga big data untuk memantau dan mengevaluasi kesejahteraan warga.
Pemerintah Guangdong bermitra dengan perusahaan teknologi dan perusahaan telekomunikasi seperti Tencent, China Mobile, dan China Unicom.
Perusahaan itu membantu untuk memberikan 800 layanan e-government melalui aplikasi mini. Lalu bagaimana dengan Korea?