Setelah menganalisisnya, para ilmuwan menemukan bahwa bakteri tersebut menghasilkan dua enzim pencernaan yang disebut hidrolisis PET atau PETase.
Dilansir dari Live Science, Rabu (23/3/2022), enzim ini berinteraksi dengan plastik PET, kemudian memecah rantai molekul panjang menjadi rantai yang lebih pendek (monomer) atau asam tereftalat dan etilen glikol.
Monomer ini dipecah lagi untuk melepaskan sebagai energi pertumbuhan bakteri.
Baca Juga: BUMN Pergudangan BGR Logistics Bikin Aplikasi BGR Access, Kini Mudah Jual Sampah Elektronik
Tak lama setelah penemuan bakteri pemakan plastik, sejumlah ilmuwan turut melakukan eksperimen menggunakan Ideonella sakaiensis untuk meningkatkan efisiensinya.
Salah satu uji coba yang dilakukan mereka adalah merekayasa genetika bakteri dalam memproduksi enzim seperti E.coli, lalu mengubahnya menjadi pabrik PETase.
Kendati penemuan ini menawarkan harapan untuk mengatasi sampah plastik di dunia yang sudah melebihi kapasitas, para ilmuwan mengingatkan bahwa masih butuh banyak waktu untuk pemanfaatan bakteri secara luas.
Selain itu, mereka menggarisbawahi enzim PETase sejauh ini hanya mampu menguraikan plastik PET.
Sementara itu, ada enam jenis plastik lainnya yang masih belum bisa diuraikan dengan menggunakan enzim tersebut.
Menyusul eksperimen bakteri pemakan plastik itu, para peneliti di University of Portsmouth juga merekayasa ulang enzim PETase untuk membuat enzim "koktail" yang diklaim dapat mencerna plastik hingga enam kali lebih cepat.
Menurut studi tahun 2020 yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS), mereka menggabungkan PETase dengan enzim pemakan plastik lain yang disebut MHETase, untuk membentuk satu enzim super.
Dijelaskan tim, gabungan enzim PETase-MHETase dibuat menggunakan sinkrotron yakni sejenis akselerator partikel menggunakan sinar-X yang 10 miliar kali lebih terang daripada matahari.