Follow Us

Ternyata Indonesia Terbanyak Minta Hapus Konten di Google

Wahyu Subyanto - Selasa, 26 Oktober 2021 | 21:34
Ilustrasi Google Search
Profesional Beauty

Ilustrasi Google Search

Nextren.com - Ada begitu banyak informasi muncul di Google setiap hari bahkan setiap detik.

Tidak semuanya benar, bahkan banyak yang hoax dan menimbulkan bahaya dalam masyarakat seperti SARA terorisme, konten vulgar dan lainnya.

Menurut Google, pengadilan dan lembaga pemerintah di seluruh dunia secara rutin meminta Google menghapus konten dan informasi di berbagai layanan Google seperti Google Search dan YouTube.

Maka Google meninjau tuntutan seperti ini dengan hati-hati, untuk menentukan apakah konten yang diminta dihapus itu melanggar persyaratan hukum negara.

Baca Juga: Cara Beli Paket Internet Telkomsel Lewat Aplikasi Facebook Mobile!

Google ingin meminimalkan penghapusan konten yang berlebihan itu dengan berusaha mempersempit ruang lingkup tuntutan pemerintah dan memastikan bahwa tuntutan itu sesuai undang-undang yang berlaku.

Selama lebih dari 10 tahun, Google juga telah menerbitkan laporan transparansi tentang permintaan pemerintah untuk penghapusan konten, yang baru saja dirilis sebagai laporan "Content Removal Transparency Report".

Laporan transparansi tersebut hanya mencakup tuntutan dari pemerintah dan pengadilan satu negara.

Sementara permintaan oleh aktor swasta dilaporkan secara terpisah, berdasarkan sistem penghapusan konten dari berbagai pemerintah, seperti Digital Millennium Copyright Act (DMCA) di Amerika Serikat atau hak untuk dilupakan termasuk dalam Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) di UE .

Dengan layanan Google yang terus tumbuh, selama bertahun-tahun laporan transparansi Google menunjukkan peningkatan jumlah tuntutan pemerintah untuk penghapusan konten, baik volume permintaan yang diterima maupun jumlah item individu konten yang diminta menghapus.

Laporan transparansi kali ini, yang dicatat mulai Januari hingga Juni 2021, menjadi volume tertinggi hingga saat ini.

Ternyata semua platform online melihat tren serupa, sesuai penelitian organisasi Freedom House.

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya

Latest