GandengTangan menjadi satu dari tiga startup juara di kompetisi Telkomsel NextDev beberapa waktu lalu. Mereka mengusung model crowdfunding, namun memodifikasinya dengan sentuhan jiwa sosial.Crowdfunding umumnya menawarkan produk dan hal sejenis sebagai pengganti dana yang disumbangkan. Atau bisa dibilang menjual konsep yang akan digodok menjadi produk jadi.GandengTangan berbeda karena modelnya justru mengumpulkan pinjaman dari berbagai sumber, dan akan dikembalikan lagi kepada sumber tersebut dalam rentang waktu tertentu tanpa bunga.Founder sekaligus Chief Executive Officer GandengTangan, Jezzie Setiawan berharap cara seperti ini akan memberikan dampak sosial, bukan sekadar membesarkan sebuah bisnis yang menarget keuntungan belaka."Inspirasi kami sebenarnya gara-gara melihat adanya social enterprise dan social enterpreneur. Menurut saya, konsep ini terbaik untuk problem solving, bukan untuk mendapatkan profit. Tapi tentu saja itu juga bukan berarti kami tidak mendapat profit," ujar Jezzie saat berbicang bersama Nextren, di Jakarta Convention Center, Minggu (1/11/2015).Wanita lulusan School of Business and Management ITB itu menambahkan, GandengTangan berfungsi untuk memperkuat usaha-usaha menengah kecil serta berbagai proyek wirausaha sosial.Usaha semacam itu biasanya kurang menarik bagi investor karena keuntungan yang dihasilkan cenderung kecil, bahkan tak menutup kemungkinan nol sama sekali.Melalui GandengTangan, pemilik proyek atau usaha bisa meminjam uang dengan mudah dan jumlah yang menyesuaikan kebutuhan. Tentus saja perlu diperhatikan bahwa mereka mesti sanggup menghasilkan keuntungan yang dipakai untuk mencicil pinjaman tersebut selama dua tahun.Dari sisi pemberi pinjaman, GandengTangan seolah mengajak orang untuk menabung sambil membantu orang lain untuk tumbuh. Dipakai istilah tabungan karena uang tersebut tidak hilang, melainkan dikembalikan sedikit demi sedikit."Rencana kami yang akan datang, inginnya bukan cuma merangkul social enterpreneur tapi sampai ke usaha mikro. Market sizesocial enterpreneur kan paling cuma 2.000-an saja, tapi usaha mikro bisa bernilai lebih dari 50 juta," terang Jezzie."Usaha mikro itu maksudnya para pedagang kecil. Mereka memang pinjamnya sedikit tapi volume banyak. Misalnya para penjual gorengan, kemudian petani juga bisa," pungkasnya.Untuk mempertahankan bisnis dan mengembangkan dirinya, menurut Jezzie, GandengTangan mendapatkan jatah 5 persen dari total donasi yang berhasil dikumpulkan.Sekadar informasi, GandengTangan dibuat Jezzie bersama dengan Nur Roni Dinnurohman yang kini berperan sebagai Chief Technology Officer mereka. Awal mula usaha rintisan ini berjalan dengan bantuan seorang angel investor yang memberikan dana untuk operasional selama setahun.Pengalaman di NextDevJezzie memberikan catatan, selama ajang NextDev dia dan teman-temannya di GandengTangan memperoleh pengalaman berharga. Satu yang paling utama adalah pertemuannya dengan para mentor.Menurut wanita ini, mentor merupakan seseorang yang sangat penting bagi mereka. Bahkan pada satu kondisi bisa menjadi lebih penting ketimbang investor yang menyntikkan dana segar.Pasalnya tipe usaha rintisan digital seperti GandengTangan berada di tengah, antara konsep wirausaha sosial dengan usaha rintisan digital. Satu sisi tidak memikirkan profit, sisi lain membutuhkan profit untuk berkembang."Kami sekarang lebih butuh mentor ketimbang investor sih, takutnya sekarang sudah mendapat uang tapi malah salah mengelola. Tapi saat ini kami sudah memiliki Chief Financial Officer yang membuat rencana keuangan dan investasi serta business plan," ujar Jezzie."Kalau mentor, kami inginnya yang balance. Mentor investor seperti ini lumayan jarang. Kebanyakan digital startup itu ngomonginnya bukan benefit atau impact, tapi return of investment melulu. Sedangkan mentor (wirausaha sosial) yang di lapangan biasanya pusing soal digital," pungkasnya.
GandengTangan Tawarkan Pinjaman Dana Berbasis "Crowdfunding"
Yoga Hastyadi Widiartanto - Senin, 09 November 2015 | 15:39
Popular
Hot Topic
Tag Popular