Indonesia Butuh Aplikasi untuk Tangkap Maling di Laut

Senin, 14 September 2015 | 16:11
Deliusno/KompasTekno

Perairan di sekitar Pulau Belitung, di Provinsi Kep. Bangka Belitung, Indonesia.

Salah satu cara yag bisa ditempuh untuk menangkap kapal-kapal ilegal adalah memanfaatkan data satelit. Hal itu diungkapkan Jose Achache, Managing Director AP-Swiss, saat ditemui Nextren di sela-sela babak final kompetisi Seedstars World Jakarta 2015, Conclave co-working space, Jakarta, Minggu (13/9/2015). Dengan memanfaatkan data pengamatan satelit dan pelacakan posisi kapal berdasarkan identitas resminya (Automatic Identification System / AIS), pihak berwenang bisa memantau adanya kapal yang berkeliaran di perairan Indonesia. Dari situ, ujar Jose, ketika ditemukan adanya kapal tanpa identitas atau yang tidak memiliki izin berada di wilayan Indonesia, dapat segera ditindaklanjuti. Menggunakan aplikasi untuk mendeteksi adanya kapal-kapal mencurigakan di perairan Indonesia adalah satu dari banyak kemungkinan pemanfaatan satelit. "Jika ada satu negara di dunia ini yang sangat membutuhkan aplikasi berbasis satelit, itu adalah Indonesia," ujarnya. Benarkah Teknologi Satelit Itu Mahal?Sebagian masyarakat mungkin bertanya-tanya, apakah membuat aplikasi berbasis satelit itu sesuatu yang bisa dilakukan oleh orang Indonesia?Masalahnya, selama ini satelit selalu dianggap sebagai teknologi yang mahal dan sulit untuk dijangkau. Jose mengatakan hal itu seharusnya sudah tidak menjadi masalah lagi sekarang. "Banyak data dari satelit itu sebenarnya sekarang bisa diakses secara cuma-cuma," ujar Jose. Jangan salah, Jose adalah orang yang tepat untuk membicarakan soal satelit ini. Dia kerap disebut sebagai "Bapak" dari satelit-satelit Sentinel di program Copernicus yang dijalankan Uni Eropa. Copernicus (dulu GMES) adalah program satelit dari Komisi Eropa yang memiliki tujuan menghadirkan kemampuan pengamatan bumi secara otonom dan multi-level. Saat ini Jose adalah Managing Director AP-Swiss, sebuah kerjasama dari European Space Agency (ESA) dan Swiss Space Office.Jose mencontohkan, saat ini developer bisa memanfaatkan data GPS -- yang notabene berasal dari satelit -- secara cuma-cuma. Hal sama juga bisa didapatkan untuk data pengamatan, seperti misalnya dari Copernicus atau bahkan NASA. Hal lain yang kerap jadi pertanyaan, ujar Jose, adalah apakah data dari satelit itu akan selalu tersedia. Dengan kata lain, adakah jaminan akan selalu tersedianya data-data yang dibutuhkan oleh developer atau startup yang membangun aplikasi?Menurut Jose, saat ini penyedia data satelit sudah banyak yang memberikan jaminan bakal terus menyediakan data dan beroperasi untuk waktu yang lama. Bagaimana dengan Indonesia?Dalam perbincangan itu, Jose berkali-kali mengatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang paling membutuhkan ini. Aplikasi yang memanfaatkan satelit, ujarnya, bisa membantu Indonesia dalam banyak hal. Mulai dari penanganan illegal fishing hingga mencegah kekeringan."Saat ini, satu-satunya manfaat dari teknologi di antariksa adalah untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Kalau jaman dahulu, memang fokusnya pada penerapan militer. Sekarang tidak lagi," ujarnya. "Kalau developer atau startup mau membuat aplikasi yang memanfaatkan satelit, tidak perlu meluncurkan satelit sendiri. Gunakanlah yang sudah ada," ia menambahkan. Di Indonesia, Jose mengaku akan bertemu dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) guna meyakinkan mereka akan perlunya berbagai aplikasi satelit dan antariksa. LAPAN, ujar Jose, sudah seharusnya mengejar hal-hal demikian. Setidaknya, LAPAN dianggap perlu memiliki semacam inkubator untuk pengembangan aplikasi antariksa karya anak negeri. Sedangkan untuk saat ini, Jose mengatakan ada juga opsi untuk mengerjakannya bersama dengan ESA yang memang punya program inkubasi. "Developer bisa bikin di sana (Swiss-red.) dan setelah jadi, pulang ke Indonesia untuk menerapkannya di sini," tukasnya santai. Internet of Everything, Everywhere Aplikasi lain dari teknologi satelit adalah dari sisi telekomunikasi. Hal ini juga dianggap cocok untuk Indonesia yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau. Komunikasi satelit bisa mencapai pulau-pulau terluar atau bahkan di tengah-tengah lautan. Saat ini Inmarsat, perusahaan telekomunikasi satelit dari Inggris, merupakan salah satu yang getol mempromosikan penerapan telekomunikasi via satelit. Secara khusus, kata Jose, adalah penerapannya untuk Internet of Things (IoT). "Dengan satelit, ini menjadi 'Internet of Everything, Everywhere'. Karena satelit mampu menjangkau semua tempat di permukaan bumi," ujarnya. Menurut Jose Inmarsat saat ini giat membagi-bagikan komponen elektronik (chip) yang bisa digunakan pengembang aplikasi untuk membuat aplikasi dengan teknologi mereka.Hal ini tak lepas dari strategi "open technology" yang diperkenalkan pada Januari 2015. Strategi ini membuka teknologi Inmarsat pada para developer yang ini mengembangkan aplikasi masa depan. Mereka juga mengumumkan strategi itu pada Inmarsat Developer Conference pertama. Acara berikutnya akan diadakan pada Februari 2016 dengan kalimat godaan bagi para developer yang berbunyi: "Leave the rocket science to us. What will you build?"

Tag :

Editor : Oik Yusuf

Baca Lainnya