Kisah Pengendara Go-Jek, Dari Beli Sapi Sampai "Digebukin"

Kamis, 27 Agustus 2015 | 10:56
KOMPAS.com/Tangguh SR

Suasana pangkalan transit atau bayangan bagi pengendara Go-Jek di Jl. Boulevard Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (31/7/2015).

Layanan transportasi ojek berbasis aplikasi, GoJek dan GrabBike semakin populer dan diminati karena kemudahannya. Pengemudi pun banyak mendapatkan keuntungan dengan bergabung dengan layanan tersebutNamun dalam perjalanannya, kedua model layanan transportasi baru itu juga mendapat resistensi. Seperti apa suka duka menjadi pengendara ojek berbasis aplikasi? Berikut sekelumit kisah mereka yang dihimpun oleh Nextren dari Kompas.com (26/8/2015).Dua bulan berpenghasilan Rp 40 jutaIgin Hendriawan (31), seorang pengojek berbasis aplikasi, berpuas diri. Sejak bergabung dengan Grab Bike, pria asal Kuningan, Jawa Barat, ini mengumpulkan uang sampai mendapat penghasilan bersih sebesar Rp 40 juta dalam kurun waktu dua bulan.Igin pertama kali bekerja sebagai pengojek di Grab Bike pada 20 Mei 2015, tepat pada hari peluncuran layanan itu. Igin bekerja hingga tepat satu hari sebelum Lebaran, 16 Juli 2015. Dia bisa membawa pulang uang sebesar Rp 40 juta yang digunakan untuk investasi dengan cara membeli dua ekor sapi di kampung halamannya."Di kampung saya, memang lagi tren investasi sapi. Satu sapi Rp 15 juta, saya beli dua. Kalau dijual, tahun depan, harganya bisa jadi Rp 25 juta satu sapi. Saya untung Rp 10 juta per sapi. Jadi, bisa dapat Rp 20 juta," kata Igin dalam bincang-bincang dengan Kompas.com, Rabu (5/8/2015).Sementara Muhammad Nizar (47), menceritakan kepada bahwa pendapatannya selama bergabung dengan Go-Jek jika dihitung per bulan bisa mencapai angka Rp 4 juta. Angka tersebut tidaklah tetap, tergantung seberapa banyak pekerjaan yang dia lakukan. "Jadi kalau rajin, alhamdulilah bisa dapat banyak. Kalau malas ya sedikit saja," kata dia.Hutang lunas berkat GoJekDede Tri (35), seorang pengendara Go-Jek di kota Bandung menceritakan kepada bahwa berkat Go-Jek, perlahan ia bisa membayar hutang-hutangnya."Dulu saya terlilit utang, kerja pontang-panting, tapi enggak tertutup juga. Sekarang utang saya perlahan mulai menyusut, Go-Jek menyelamatkan kehidupan keluarga saya," kata Dede saat berbincang di sebuah warung kopi di kawasan utara Kota Bandung, Kamis (13/8/2015). Bapak dua anak ini baru empat bulan menjadi pengemudi Go-Jek. Sebelum masuk ke Go-Jek, dia bekerja sebagai marbut dan berjualan makanan ringan. Penghasilannya pun kurang dari Rp 3 juta. Kini, pria asal Cikutra, Kota Bandung, tersebut mampu meraup untung sekitar Rp 10 juta setiap bulan. Namun di luar kisah-kisah sukses pengendara ojek berbasis aplikasi, ada pula kisah yang tidak enak yang harus dialami pengendara-pengendara terssebut, seperti resistensi dari tukang ojek pangkalan, dilarang mangkal, hingga kisah penganiayaan.Dilarang mangkal atau masuk area tertentuResistensi pengendara ojek pangkalan terhadap layanan ojek berbasis aplikasi salah satunya diwujudkan dengan protes melalui spanduk-spanduk yang dipasang di tempat tertentu, seperti pintu masuk perumahan atau perkampungan.Foto spanduk yang berbunyi larangan terhadap tukang ojek berbasis aplikasi memasuki wilayah tempat tukang ojek pangkalan tersebut banyak beredar di jejaring sosial.Selain itu, tukang ojek pangkalan juga melarang tukang ojek berbasis aplikasi untuk mengkal di areanya. Karena itu beberapa tukang ojek aplikasi berinisiatif untuk membuat pangkalan sendiri.Seperti pangkalan ojek yang dibuat di Pasar Tanah Abang. "Ini memang pangkalan khusus Go-Jek. Kita sendiri yang bikin di sini. Enggak ada ojek lain," kata Yanto, salah satu pengendara Go-Jek yang sedang beristirahat di kursi-kursi plastik yang tersedia di pangkalan itu, Jumat (19/6/2015) siang. Hadapi intimidasi dan aksi kekerasanBoris Anggoro, pada Juni lalu menceritakan melalui akun jejaring sosialnya bahwa pengendara Go-Jek pesanannya mendapat intimidasi dari tukang ojek pangkalan di dekat kantornya di kawasan Kuningan.Menurut kesaksian Boris, Go-jek yang ia pesan membatalkan pesanannya setelah dikejar-kejar oleh tukang ojek yang mangkal di daerah Kuningan.Pada mulanya, Boris menyangka bahwa pengendara Go-jek yang ia pesan hanya bercanda. Namun setelah Boris melakukan pemesanan lagi melalui aplikasi Go-jek, pengendara kedua juga mengalami hal serupa, yaitu diancam oleh tukang ojek yang mangkal."Abangnya dateng dan kita siap2 mau berangkat. Ga lama ada abang ojek yang mangkal di kantor nyamperin dan dorong abang ojek yg mangkal maki-mak gw (saya) 'Lu nyari duit di sini, berak di sini, ga bagi-bagi rejeki sama orang sini,'" demikian tulis Boris.Intimidasi lain juga didapat oleh pengendara GoJek di berbagai tempat di Jakarta dan Bekasi, seperti di kawasan Universitas Indonesia.Seperti diceritakan seorang mahasiswi Universitas Indonesia, Cindy Audilla, pada 26 Juni lalu. Cindy menceritakan peristiwa penghadangan yang dilakukan oleh sejumlah tukang ojek pangkalan terhadap salah seorang pengendara Go-Jek di kawasan kampus Universitas Indonesia. "Sesudah menyelesaikan kegiatan saya, saya menunggu bus kuning di halte teknik. Tepat di seberang jalan, ada pengendara Go-Jek yg berhenti di sana sedang menunggu penumpang yang memesannya. Tukang ojek pangkalan kutek pun teriak-teriak, 'WOI WOI WOI HU WOI NGAPAIN WOI WOI HOOOOOOO WOI'," tulis Cindy di Facebook. Sementara di Bekasi, pada Rabu (26/8/2015) alu, seorang pengendara GoJek bernama Asep Supriatna mendapat penganiayaan dari sekelompok orang saat menunggu penumpangnya.Asep yang sedang menunggu penumpang yang sudah memesan ojek di depan SMAN 1 Bekasi dihampiri oleh lebih dari 3 pria. Tiba-tiba, Asep langsung dipukul oleh sekumpulan pria tersebut. Helmnya dibanting dan jok motor Asep dirobek dengan menggunakan alat tajam berupa pisau. Usai digebuki, Asep pun diusir dari kawasan itu. Kucing-kucinganPerselisihan dengan pengemudi ojek reguler berdampak pada aksi kucing-kucingan dari para pengemudi Go-Jek. Mereka terpaksa menghindari ojek reguler yang tengah mangkal demi menghindari konflik. Beberapa di antaranya menyembunyikan jaket hijau bertulisan Go-Jek di bagian punggung. Cara lain, penumpang GoJek sering diminta untuk menunggu di tempat yang cukup jauh dari tempat tukang ojek pangkalan berada.DijambretNuryasin (28), seorang pengendara Go-Jek menjadi korban perampasan setelah menurunkan penumpang di Stasiun Bekasi pada Selasa (18/8/2015) malam.Di depan Kantor Wali Kota Bekasi Nuryasin berhenti untuk memberi laporan bahwa penumpang sudah diantar melalui aplikasi di handphone-nya itu. Namun tiba-tiba saja dua orang tidak dikenal menghampiri Nuryasin dengan menggunakan satu sepeda motor. Kedua orang tersebut turun dari motor dan langsung menodong Nuryasin dengan celurit. Celurit tersebut ditempelkan ke leher Nuryasin dan dua orang tidak dikenal itu langsung mengambil ponsel yang sedang dipegang oleh Nuryasin.Nuryasin yang takut karena diancam dengan senjata tajam pun tidak bisa melakukan perlawanan. Dia pun membiarkan ponsel yang biasa dia gunakan untuk mengambil order penumpang dirampas.Fenomena yang menarik dan kontroversialPengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai kehadiran Go-Jek merupakan realitas menarik, tetapi juga kontroversial. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan roda dua bukanlah angkutan umum. Namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sendiri menegaskan pemerintah pusat akan merevisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LAJ). Kepastian ini diketahui Basuki seusai berbincang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Revisi ini terkait maraknya ojek di Jakarta. "Pak Wapres bilang mau revisi Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan," kata Basuki, di Pasar Manggis, Jakarta Selatan, Rabu (19/8/2015). Revisi ini, kata Basuki, diperlukan untuk membuat regulasi atau dasar hukum keberadaan ojek. Terlebih dengan adanya aplikasi pemesanan ojek secara online, yakni Gojek dan Grab Bike membuat warga mengambil pekerjaan sebagai tukang ojek.

Editor : Oik Yusuf

Sumber : kompas.com

Baca Lainnya