Asosiasi Fintech Ungkap 7 Hal Penting Penguatan Fintech dan Ekonomi Digital 2022

Jumat, 30 Desember 2022 | 16:30

Ilustrasi industri Fintech

Nextren.com -Menuju penghujung tahun, Indonesia Fintech Society (IFSOC) membagikan catatan seputar perkembangan industri fintech dan ekonomi digital Indonesia pada tahun 2022.

Catatan IFSOC mengungkapkan bahwa ekonomi digital di Indonesia bertumbuh 22% selama tahun 2022.

Pertumbuhan ekonomi digital ini berperan penting dalam pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi COVID-19.

Tahun 2022 juga menjadi momentum yang baik untuk sektor ekonomi digital.

IFSOC mencatat 7 hal penting yang harus dicermati untuk penguatan Fintech dan perkembangan ekonomi digital sepanjang tahun 2022. Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Fintech Akulaku Akan Raih Investasi $200 Juta Dari Mitsubishi UFJ

1. Peningkatan Perlindungan Data Pribadi

Upaya pemerintah dan DPR untuk mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) menjadi kemajuan penting dalammelindungai data pribadi berbagai kalangan di Indonesia.

Penerbitan UU PDP diharapkan dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam pemrosesan data pribadi, serta membangun kepercayaan publik pada layanan digital.

Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara, menyampaikan bahwa pengaturan pelaksana UU PDP yang akan disusun nantinya harus mengedepankan aspek tingkat kepatuhan bagi pihak yang memproses data pribadi.

Rudiantara juga menyoroti Lembaga Penyelenggara Data Pribadi, sebagaimana yang diamanatkan UU PDP, harus mampu mengawal implementasi UU PDP dengan skema pengawasan yang mendorong kepatuhan pengendali data.

“UU PDP membawa Indonesia pada era baru tata kelola data pribadi. Penyusunan peraturan turunan UU PDP ke depan harus diarahkan untuk meningkatkan mitigasi dan kepatuhan pelindungan data pribadi dibandingkan dengan hanya berfokus pada pemberian sanksi” ujar Rudiantara.

IFSOC
IFSOC

Ketua Steering Committee IFSOC Rudiantara saat media briefing pada 27 Desember 2022

Baca Juga: Startup Fintech M-DAQ Akuisisi Wallex Technologies, Layani Pembayaran UKM Lintas Negara

2. Perluasan Inovasi QRIS

Bank Indonesia terus melakukan perluasan inovasi QRIS yang merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, salah satunya melalui implementasi QRIS Antarnegara.

Inisiatif ini sudah diimplementasikan bersama Thailand, dan akan diperluas dengan beberapa negara lainnya di ASEAN.

Selain itu, inisiatif ini menggunakan skema Local Currency Settlement (LCS) dimana transaksi antarnegara tidak lagi bergantung terhadap kurs US dollar.

Steering Committee IFSOC, Dyah N.K Makhijani, menyatakan bahwa inisiatif QRIS Antarnegara berpotensi mendorong sektor pariwisata dari aspek sistem pembayaran, dengan menghubungkan UMKM dan ekonomi kreatif dengan sekitar 6,2 juta (BPS) wisata mancanegara ASEAN yang datang ke Indonesia.

Namun, hal tersebut harus perlu didukung dengan edukasi dan sosialisasi yang masif baik untuk turis asing maupun merchant QRIS di Indonesia.

Baca Juga: Nambah Lagi! Daftar 172 Pinjol Ilegal yang Ditutup OJK Juli 2021!

3. Kolaborasi Bank dan Fintech

Kolaborasi penyaluran dana perbankan melalui fintech lending terus meningkat dan mendominasi selama tahun 2022.

Hal ini dibuktikan dengan proporsi outstanding pinjaman fintech lending kategori lender perbankan dalam negeri mencapai kontribusi tertinggi 46% pada bulan Oktober 2022.

Menurut Dyah, kolaborasi tersebut sejalan dengan upaya Bank dalam memenuhi kewajiban penyaluran modal untuk UMKM paling sedikit 20% pada tahun 2022 dan secara bertahap meningkat menjadi 25% di tahun depan.

Selanjutnya, dalam upaya mendorong perkembangan sektor keuangan digital, selama tahun 2022, telah diterbitkan dua peraturan UU PPSK dan POJK 22/2022 yang diharapkan dapat mempermudah inovasi melalui pemanfaatan teknologi dan kolaborasi dengan penyertaan modal Bank terhadap Fintech.

4. Upaya Meningkatkan Trust P2P Lending

IFSOC melaporkan bahwa pPenyaluran P2P lending terus bertumbuh hingga mencapai Rp 18,7 triliun pada bulan Oktober 2022.

Di sisi lain, penurunan signifikan pinjol ilegal yang ditutup mengindikasikan semakin kuatnya upaya pencegahan aktivitas pinjol ilegal di Indonesia.

Ekonom senior sekaligus Steering Committee IFSOC, Hendri Saparini, mengapresiasi upaya kolaboratif pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan kredibilitas P2P lending.

Hendri Saparini menekankan perlunya penguatan manajemen risiko untuk menjaga kualitas pinjaman.

Baca Juga: OJK Sebut Ada 4000 Lebih Fintech Ilegal di Indonesia, Ini Ciri-Cirinya

5. Industri Startup Indonesia Masuk Babak Baru

Meskipun nilai pendanaan startup fintech di Indonesia meningkat 8,4% pada tahun 2022, akan tetapi jumlah deals menurun 28% (UOB, 2022).

Kondisi inflasi dan ekonomi global mendorong investor menjadi lebih selektif dalam mendanai startup, dengan fokus pada profitabilitas dibandingkan growth.

Kondisi ini, menyebabkan startup kerap kali melakukan efisiensi dan optimisasi biaya dalam mempersiapkan cash flow untuk memperpanjang runaway.

Namun, menurut Hendri, kondisi ini tidak bisa sepenuhnya dipandang negatif.

Hal ini dikarenakan fenomena ini merupakan siklus yang berdampak transformatif pada ekosistem startup di Indonesia.

6. Pemberantasan Investasi Ilegal

Praktik investasi ilegal masih menjadi tantangan serius dalam pengembangan sektor keuangan digital di Indonesia.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sepanjang tahun 2022, total kerugian akibat praktik investasi ilegal mencapai Rp109 triliun, atau meningkat 44 kali dari total tahun sebelumnya.

Steering Committee IFSOC, Tirta Segara, menyampaikan bahwa di sektor keuangan nasional, terdapat ruang rentan sebagai akibat masih lebarnya jurang inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.

Menurutnya, seiring mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat melalui edukasi yang masif, perlindungan konsumen dan penindakan tegas sebagai upaya mitigasi juga sangat dibutuhkan untuk menutup kemungkinan kerugian yang lebih besar.

Baca Juga: Transaksi Tunai Masih Dominan, Fintech Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia

7. UU PPSK Payung Hukum Pengembangan Fintech

IFSOCmengungkapkanbahwa penerbitan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah menjawab permasalahan relevansi regulasi di sektor keuangan sebagai dampak perkembangan teknologi.

IFSOC mengapresiasi penerbitan UU PPSK yang telah menyediakan payung hukum yang mengedepankan pendekatan principle-based, adaptif dan integratif, serta memberikan jaminan independensi otoritas-otoritas di sektor keuangan.

Khususnya untuk aset kripto, UU PPSK telah memberikan pengaturan yang fundamental dengan penguatan kerangka pengawasan dan perlindungan konsumen.

(*)

Tag :

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya