Kalau cuma nonton film horor di bioskop atau TV ukuran 52 inci, itu biasa. Cobalah pakai kacamata virtual reality (VR), kamu tidak sekadar menonton saja tapi benar-benar merasakan pengalaman masuk ke dalam sebuah film.Saat mengunjungi PopCon Asia 2015 yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center, dari Jumat (7/8/2015) sampai Minggu (9/8/2015), Nextren sempat mencoba rasanya masuk ke sebuah film horor berjudul The Road. Ya, rasanya seperti benar-benar bertatap muka dengan pocong dan kuntilanak saja.Singkat cerita, saat dibawa "terjun" ke film melalui teknologi VR, kamu seolah berperan menjadi tokoh The Road yang mengalami kecelakaan mobil. Sementara pengemudi terluka parah di depan, pandanganmu akan terpaku dari kursi penumpang tanpa bisa bergerak.Sementara itu headset Oculus yang terpasang di kepala menyajikan pemandangan mengerikan. Satu per satu hantu bermunculan dan mengganggu korban kecelakaan.Hal paling menarik dari menonton horror The Road menggunakan headset VR ini adalah kamu bisa menengok ke kanan, kiri, atas, atau bawah seperti di dunia nyata saja untuk melihat lingkungan dalam film. Ditambah lagi dengan suara latar yang mencekam, benar-benar bikin bulu kuduk berdiri!Hari ini, Minggu (9/8/2015), kamu masih bisa mencoba The Road atau film 360 lain berjudul Syrik!, di arena PopCon Asia 2015. Atau jika tidak sempat, bersabarlah dan siapkan Google Cardboard karena The Road juga bakal segera dilepas ke YouTube 360.Kamera 360 DerajatMeski film itu terkesan sederhana dan pendek -kamu hanya akan ditakut-takuti setan selama kurang lebih 3 atau 4 menit- ternyata cara pembuatannya tidak mudah. Total ada empat grup yang bekerja sama membuat film The Road, yaitu DC Imaji, Anemone Studio, Festivo, serta Layaria.Business Development DC Imaji, Utomo Widiyasa, Videographer Yudhie Fardhani dan Creative Director Festive, Fitrah Hardigaluh sempat berbincang-bincang dengan Nextren soal suka-duka membuat video VR 360 derajat itu."Paling susah itu ketika sudah masuk editing video. Karena mesti menangani parallax, dan memprosesnya di Adobe After Effects (AE) untuk memberikan efek-efek tertentu," pungkas Utomo.Efek parallax atau singkatnya perbedaan perspektif objek karena kedudukan realatif dari mata pengamat, membuat biasanya muncul ketika kreator mesti mengambil gambar objek yang sama dari berbagai sudut pandang. Masalahnya, video VR seperti The Road mesti dibuat menggunakan beberapa kamera sekaligus untuk memperoleh gambar sisi kanan, kiri, atas dan bawah."Kami merekam gambarnya menggunakan rig kamera Go-Pro, sekitar 16 kamera yang disusun supaya bisa merekam semua sisi," imbuh Yudhie.Hasil rekaman semua kamera itulah yang kemudian disatukan menggunakan software khusus sehingga bisa terlihat mulus tanpa ada transisi atau gambar yang patah ketika ditonton. Mereka juga mesti memodifikasinya agar rekaman punya fokus yang pas karena headset VR, seperti Oculus memproyeksikan gambar ke dua lensa, masing-masing untuk mata kanan dan kiri.Utomo menambahkan, hal paling menantang saat merekam film untuk VR adalah soal lighting dan menyembunyikan kru rekaman. Kalau kamu merekam film "normal", maka semua kru, kabel sampai awak pencahayaan bisa disembunyikan di belakang kamera. Beda halnya dengan produksi film VR. "Kalau film 360 derajat, karena semua sisi kelihatan jadi kru mesti sembunyi. Kami juga mesti mengatur pencahayaan supaya konsisten di segala sisi," terangnya."Waktu membuat The Road saja, kru kami mesti sembunyi di balik pintu mobil supaya tak terlihat, dengan posisi kamera di dalam mobil," imbuhnya.Selain The Road, mereka mengatakan bakal membuat film VR lain. Namun saat ini, misi yang terdekat adalah mengunggah film The Road tersebut ke YouTube 360 sehingga akan lebih banyak orang yang bisa menikmatinya.
Seramnya Bertemu Kuntilanak di Film "Virtual Reality" PopCon Asia 2015
Minggu, 09 Agustus 2015 | 14:56
Yoga Hastyadi Widiartanto/NEXTREN.com
Editor : Oik Yusuf