Teknologi Kunci Dibatasi Pemasok, Calon Drone Militer Buatan Indonesia Diubah ke Drone Sipil

Senin, 19 September 2022 | 19:43
Kementrian Pertahanan

Drone kelas Medium Altitude Long Endurance (MALE) buatan Indonesia di PT Dirgantara Indonesia

Nextren.com - Sejak lama ilmuwan di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan drone sendiri, yang awalnya untuk kebutuhan militer, yaitu untuk melakukan pengintaian di wilayah terluar Indonesia.

Namun akhirnya BRIN mengalihkan proyek drone kombatan Elang Hitam dari platform militer ke versi sipil.

Maka terhentilah ambisi Indonesia memiliki drone militer jenis medium-altitude long-endurance (MALE) untuk meningkatkan kemampuan militer sirna.

Dilansir kompas.id, drone Elang Hitam mampu terbang di ketinggian menengah sekitar 15.000-30.000 kaki (3-10 km) dan mampu terbang selama 24-30 jam.

Elang hitam mempunyai panjang 8,3 meter dengan rentang sayap 16 meter.

Baca Juga: Drone Shahed-136 Berjangkauan 2000 Km Buatan Iran, Andalan Dalam Perang Rusia Ukraina

Menurut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, proyek Elang Hitam bukan dihentikan, tapi dialihkan ke versi sipil.

“Program PUNA (pesawat udara nir awak) dilakukan refokusing untuk tujuan sipil (ISR) dan bukan kombatan,” kata Laksana kepada Kompas.com, Senin (19/9/2022) pagi.

Menurut Laksana, keputusan pengalihan diambil setelah evaluasi dan audit mendalam pasca-kegagalan Elang Hitam terbang dalam momen uji coba pada Desember 2021.

Pengalihan ini juga akibat berbagai masalah teknis lain yang berhubungan dengan mitra pemilik “teknologi kunci”.

“Kami sudah melaporkan dan mendiskusikan hal ini dengan Tim Menko Ekonomi sebagai penanggungjawab PSN (proyek strategis nasional),” ujar Laksana.

Setelah beralih ke versi sipil, maka pasar drone Elang Hitam kini diklaim lebih menjanjikan.

Bewrubah menjadi versi sipil, membuat drone Elang Hitam nantinya tidak akan terkena pembatasan seperti dialami versi militer untuk pertahanan dan keamanan.

Drone Elang Hitam nantinya dikembangkan untuk kebutuhan monitoring seperti kebakaran hutan, monitoring lahan, pemetaan, cuaca, kebakaran hutan, dan lain-lain, karena Versi sipil memiliki pasar yang besar.

Secara prinsip, drone versi sipil juga memanfaatkan teknologi kunci yang sama, tetapi spesifikasi dan tuntutannya tidak setinggi versi militer.

Meski pasarnya lebih besar, namun pengalihan ke versi sipil ini juga berisiko besar karena otomatis memudarkan kemampuan menyerang drone Elang Hitam.

Sebenarnya, mengawali proyek drone versi militer merupakan kesalahan, karena saat proyek ini berjalan Indonesia belum menguasai tekonologi kunci di program tersebut.

“Karena akses kita ke teknologi kunci tersebut menjadi sangat terbatas. Karena semua negara membatasi transfer teknologi kunci terkait hankam (pertahanan keamanan),” kata Laksana.

Baca Juga: Rusia Pamer Senjata Laser 'Peresvet': Bisa Butakan Satelit dan Lumpuhkan Penerbangan

Proyek drone Elang Hitam ini merupakan salah satu Program Strategis Nasional (PSN) Presiden Joko Widodo sejak 2016.

Proyek ini digadang-gadang mmapu menjaga kedaulatan negara dari ancaman yang semakin kompleks.

Dalam proyek ini, ada lintas kementerian dan lembaga yang terlibat yaitu Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Udara, PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Drone Elang Hitam pertama kali pertama diperkenalkan di PT Dirgantara Indonesia pada 30 Desember 2019.Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul"BRIN Alihkan Proyek Drone “Elang Hitam” ke Versi Sipil, Kini Dikembangkan untuk Awasi Kebakaran Hutan" Penulis : Achmad Nasrudin Yahya

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya