Sinyal 5G di AS Ganggu Sistem Penerbangan, Bagaimana Kondisi di Indonesia?

Rabu, 19 Januari 2022 | 21:52
kompas.com

Ilustrasi pesawat terbang

Nextren.com - Di Amerika Serikat kini muncul larangan penerbangan otomatis untuk pesawat, akibat sinyal 5G.

Hal ini mengherankan, karena sebenarnya seperti apa hubungan sinyal 5G dan sistem otomatis pesawat? Lalu bagaimana dengan sinyal 5G di Indonesia?

Industri penerbangan di Amerika Serikat (AS) beberapa waktu terakhir mengkhawatirkan sinyal 5G yang dianggap dapat mengganggu penerbangan.

Kekhawatiran tersebut membuat otoritas penerbangan Amerika Serikat (AS), Federal Aviation Administrator (FAA) merilis ratusan NOTAM (Notice to Airmen) menjelang peluncuran layanan 5G komersil di AS.

Termasuk larangan penggunaan sistem pendaratan otomatis (autoland) dan manuver penerbangan otomatis yang menggunakan radar radio-altimeter, di 100 bandara di seluruh AS.

Indonesia juga sejatinya sudah menggelar jaringan 5G secara komersil sejak 2021 lalu.

Berkaca dari hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan bahwa jaringan 5G yang digelar di Indonesia tidak akan mengganggu aktivitas penerbangan di Tanah Air.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, mengatakan bahwa Indonesia tidak akan menggunakan pita frekuensi yang digunakan oleh AS dalam menggelar jaringan 5G, yaitu 3,7 GHz.

"Di konteks Indonesia, tidak ada rencana untuk menggunakan pita frekuensi 3,7 GHz dalam rangka implementasi 5G. Kominfo tetap akan menggunakan pita frekuensi 3,7 GHz sampai 4,2 GHz untuk keperluan komunikasi satelit, bukan untuk 5G," kata Johnny dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Rabu (19/1/2022).

AS sendiri berencana menggelar jaringan 5G yang menggunakan frekuensi C-Band, yakni frekuensi yang beroperasi di antara 4 GHZ hingga 8 GHz, lebih tepatnya di AS, 5G C-Band akan digelar di frekuensi 3,7 GHz - 3,98 GHz.

Baca Juga: Pengalaman Beli SIM Card Amerika T-Mobile, Pasang di Xiaomi 11T Pro

Sebagai informasi, di pesawat, ada radio altimeter yang berfungsi mengukur ketinggian pesawat dari daratan.

Alat inilah yang disebut bisa terganggu oleh sinyal 5G C-Band yang akan digunakan oleh AS.

Pasalnya, radio altimeter bekerja di pita frekuensi 4,2-4,4 GHz, yang bersinggungan dengan pita frekuensi 5G C-Band.

Radio altimeter bekerja dengan memancarkan sinyal radio dari pesawat ke daratan, lalu dipantulkan kembali ke pesawat. Kecepatan rambat gelombang sejak dikirim dan diterima kembali oleh pesawat dipakai untuk menentukan ketinggian pesawat dari daratan.

Jika sinyal radio mengalami interferensi, maka dikhawatirkan pembacaan ketinggian pesawat menjadi tidak akurat.

Johnny mengatakan, pita frekuensi radio-altimeter sendiri sudah ditetapkan oleh ITU pada rentang 4,2 GHz sampai 4,4 GHz.

Sementara itu, Kemenkominfo telah menetapkan frekuensi 3,5 GHz (rentang 3,4 GHz - 3,6 GHz) sebagai salah satu frekuensi untuk menggelar 5G.

Dengan adanya "guard band" atau rentang sebesar 600 MHz antara frekuensi 5G Indonesia dengan frekuensi radio-altimeter, Johnny meyakini jaringan 5G di Indonedia tidak akan mengganggu aktivitas penerbangan.

"Pengaturan (frekuensi) 5G di Indonesia dapat dikatakan relatif aman. Hal ini disebabkan tersedianya guard band besar, sebesar 600 MHz yang membentang dari frekuensi 3,6 GHz sampai 4,2 GHz, guna membentengi radio-altimeter dari sinyal jaringan 5G," jalas Johnny.

Selain frekuensi 3,6 GHz Kemenkominfo juga akan menggunakan beberapa frekuensi untik menggelar 5G di Indonesia, mencakup frekuensi rendah, tengah dan tinggi. Pada frekuensi rendah, pita frekuensi yang digunakan adalah 700 MHz.

Pada frekuensi tengah, jaringan 5G di Indonesia akan menggunakan pita frekuensi 3,5 GHz.

Sementara itu pita frekuensi 2,6 GHz merupakan frekuensi band tinggi yang juga akan digunakan untuk menggelar 5G di Indonesia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menkominfo Pastikan Sinyal 5G di Indonesia Tidak Ganggu Penerbangan"Penulis : Lely Maulida

Tag

Editor : Wahyu Subyanto