Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, pria asal AS bernama Todd Fassler ini benar-benar sial. Dia digigit ular berbisa, lalu terpaksa "nombok" biaya pengobatan sebesar 150.000 dollar AS atau lebih dari Rp 2 miliar.Kesialan itu merupakan buah dari ulahnya sendiri. Ceritanya, sebagaimana dirangkum Nextren dari Digital Trends (27/7/2015), pada awal Juli lalu, Fassler mengambil seekor ular derik dari semak-semak di daerah kota San Diego.Dia kemudian berupaya narsis alis menjepret foto selfie dengan binatang liar berbisa itu. Malang, si ular rupanya tak suka difoto dan malah menggigit lengan Fassler.Yang bersangkutan pun segera masuk ruang gawat darurat rumah sakit. Gigitan ular itu rupanya begitu parahnya sehingga menghabiskan stok serum anti-racun di dua rumah sakit tempat dia dirawat. Jiwa Fassler berhasil diselamatkan meski lengan kanannya sampai berubah warna menjadi ungu karena bisa ular derik. Seminggu diopname, dia keluar dari rumah sakit.Tapi masalahnya belum selesai karena perawatannya yang terbilang luar biasa ikut menghasilkan bon tagihan biaya dengan angka yang fantastis pula, seperti disebut di atas.Selfie dengan binatang berbahaya atau hal-hal lain yang mengancam keselamatan -baik diri sendiri maupun orang lain- memang bukan ide bagus. Kejadian yang menimpa Fassler bukan yang pertama. Bulan ini juga dan masih dari Amerika Serikat, seorang wanita paruh baya dilaporkan menderita luka-luka setelah diterjang seekor bison liar yang coba "diajak" selfie.Mahalnya sehat di Amerika
Mengapa biaya pengobatan Fassler bisa begitu mahal? Harga serum anti-racun ular di AS memang tinggi, mencapai 2.300 dollar AS per dosis. Sementara, korban serangan ular berbisa bisa membutuhkan banyak dosis anti-racun, hingga 4-6 kali, tergantung tingkat keparahan gigitan.Untuk Fassler, serum anti-racun yang dibutuhkan begitu banyaknya sehingga menyebabkan biaya "farmasi" membengkak hingga 83.000 dollar AS, sebagaimana bisa dilihat dari bon tagihan RS yang dipublikasikan oleh jurnalis KGTV Dan Haggerty.Ada juga komponen biaya-biaya lain seperti "layanan" laboratorium", dan "kamar perawatan intensif" dengan angka yang sama-sama membuat mata terbelalak. Menyoroti kasus Fassler, The Washington Post mencatat bahwa biaya kesehatan di Negeri Paman Sam memang sering tidak masuk akal karena unsur bisnis.Pasaran serum anti-racun ular berbisa, misalnya, dimonopoli oleh satu perusahaan bernama CroFab yang bisa mematok harga tinggi karena tak ada pesaing. Tak heran, warga AS acapkali mesti merogoh kantong dalam-dalam demi kesehatan. Mahalnya biaya medis ini bahkan bisa mengakibatkan kehilangan nyawa. Seperti dialami seorang warga Missouri korban gigitan ular pada Mei lalu, yang akhirnya tewas setelah menolak perawatan medis karena merasa tak sanggup membayar. Tiap tahunnya di AS tercatat sebanyak 8.000 kasus gigitan ular, 5 atau 6 di antaranya berujung maut.Akan halnya Fassler, belum jelas apakah dia memiliki asuransi yang akan menanggung biaya pengobatan atau tidak. Yang jelas, biaya pengobatan sudah menemui tenggat dan harus dibayar hari Senin, 27 Juli.