Nextren.com - Setelah protes keras penggunanya dan pemanggilan oleh Kominfo, aturan baru WhatsApp akhirnya ditunda.
Pihak WhatsApp juga mengatur ulang kebijakan barunya tersebut.
Lalu seperti apa rencana WhatsApp ?
Kebijakan baru WhatsApp soal data pengguna disebut akan mulai berlaku pada 15 Mei mendatang.
Kebijakan yang membahas tentang berbagi data dengan Facebook tersebut sempat ditunda karena memunculkan banyak kontroversi.
Pada tanggal 15 Mei, pengguna akan mendapat sebuah spanduk berisi penyataan untuk menyetujui kebijakan tersebut.
Baca Juga: Apa Itu WA GB? Aplikasi WhatsApp yang Menjadi Polemik di Twitter
Jika tidak setuju, pengguna tidak bisa menggunakan WhatsApp dengan normal.
Dalam laman FAQ, WhatsApp mengatakan, tidak akan menghapus akun pengguna yang tidak menyetujui kebijakan barunya.
Hanya saja, beberapa fungsi tidak akan bisa digunakan. WhatsApp mengatakan, pengguna masih akan dapat menerima panggilan dan notifikasi.
Namun, pengguna tidak akan bisa mengirim dan membaca pesan yang diterima.
WhatsApp tidak mejelaskan lebih detail, berapa lama pengguna akan mendapati pesan tersebut, sebelum akhirnya tidak bisa lagi menggunakan WhatsApp.
WhatsApp akan terus mengirimkan pemberitahuan, sehingga pengguna bisa meninjau dan menerimanya.
Pengguna yang tidak menyetujui kebijakan baru akan dipertimbangkan sebagai pengguna tidak aktif.
Jika melihat laman FAQ, akun WhatsApp yang tidak aktif selama 120 hari akan dihapus, sebagaimana dirangkum dari Gizmodo, Senin (22/2/2021).
Baca Juga: Cara Kembalikan Chat WA GB ke WhatsApp Resmi, Setelah Diblokir
"Untuk menjaga keamanan, membatasi retensi data, dan melindungi privasi pengguna kami, akun WhatsApp akan dihapus setelah tidak aktif selama 120 hari."
"Tidak aktif berarti pengguna belum terhubung ke WhatsApp," tulis WhatsApp.
WhatsApp APAC Communications Director Sravanthi Dev mengatakan, WhatsApp ingin transparan dengan penggunanya, selain membantu meningkatkan pengalaman layanan di aplikasi percakapan mereka.
API WhatsApp
Menurut Sravanthi, pembaruan tersebut sebenarnya untuk memfasilitasi perusahaan yang menggunakan API WhatsApp, atau yang terhubung dengan layanan analitik, seperti yang dimiliki Facebook.
"Semua terserah Anda (pengguna WhatsApp), apakah ingin berinteraksi dengan bisnis (perusahaan yang menggunakan API WhatsApp) atau tidak," kata Sravanthi kepada KompasTekno pekan lalu.
Sebagai informasi, Application Programming Interface (API) adalah salah satu bisnis layanan WhatsApp untuk perusahaan-perusahaan besar.
Baca Juga: Cara Mudah Undang Teman Kamu ke Grup WhatsApp Hanya Lewat Link
API ini berbeda dengan akun WhatsApp Business yang lebih menyasar usaha kecil.
Pengguna API WhatsApp adalah perusahaan yang mengelola pelanggan dalam jumlah besar, seperti operator seluler, maskapai penerbangan, atau e-commerce.
Para perusahaan tersebut bisa memanfaatkan API dari WhatsApp untuk mengetahui minat dan kebutuhan pelanggan demi meningkatkan pelayanan.
Dengan demikian, data percakapan itu tak hanya diakses oleh WhatsApp, tetapi oleh pihak ketiga, yaitu perusahaan pengguna API tadi.
Oleh sebab itu, WhatsApp lebih dulu meminta izin kepada pengguna, jika mereka sewaktu-waktu berkomunikasi dengan akun bisnis maka data tidak lagi dilindungi enkripsi dari ujung ke ujung (end-to-end encryption) dan bisa dikelola pihak lain.
Meski demikian, WhatsApp menegaskan bahwa data percakapan itu tetap tidak bisa diintip oleh perusahaan/bisnis pengguna API WhatsApp.
Sebab, untuk menggunakan API, WhatsApp memiliki persyaratan yang ketat tentang pengelolaan data.
Baca Juga: Cara Simpan Data Pesan WhatsApp, Facebook Messenger, dan Instagram
Sravanthi mengatakan, data yang tersimpan di server perusahaan pihak ketiga diklaim tetap aman karena perusahaan tidak bisa membaca percakapan atau file-file yang dikirim melalui WhatsApp.
"Kami memiliki persyaratan yang ketat untuk menyetujui seseorang (perusahaan) menggunakan API kami, perusahaan harus memiliki standar praktis yang tinggi," ujar Sravanthi kepada KompasTekno, pekan ini.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul"Pengguna WhatsApp Tidak Bisa Baca dan Balas Pesan jika Tolak Kebijakan Baru" Penulis : Wahyunanda Kusuma Pertiwi