Bos Xiaomi dan Huawei Disanjung di China, Jack Ma Tak Dianggap

Jumat, 05 Februari 2021 | 20:37
Nikkei Asian Review

Jack Ma

Nextren.com - Sebelum pandemi, nama Jack Ma sangatlah besar dan bersinar. Perusahaan yang dirintisnya, Alibaba, menjadi begitu raksasa, merambah ke banyak bidang.

Bahkan sistem pembayaran digitalnya, Alipay, sangat dominan di Cina, dan dipakai di sebagian transaksi masyarakat. Namun hal itu tampaknya tidak bakal terdengar lagi. Dominasi dan nama besar Jack Ma seakan 'dimatikan' oleh pemerintah China, setelah pidatonya yang kontroversial dan dianggap menyerang sistem keuangan China.

Media pemerintah China, Shanghai Securities News, pada Selasa kemarin mempublikasikan deretan nama pengusaha teknologi paling berpengaruh di China.

Baca Juga: Jack Ma, Bos Besar Alibaba Group Menghilang Setelah Kritik Pemerintah

Namun ada yang janggal dari artikel di halaman depan itu.

Nama bos sekaligus pendiri Alibaba Group, Jack Ma, yang bisa dibilang merupakan salah satu tokoh beken di dunia teknologi China, justru tidak terlihat.

Padahal, beberapa nama pengusaha terkenal lain seperti Chairman BYD Co. Wang Chuanfu, Co-Founder Xiaomi Corp. Lei Jun, serta CEO Huawei Technologies Ren Zhengfei tak luput hadir dan disanjung dalam daftar ini.

Disebutkan bahwa sejumlah nama dalam daftar sempat berperilaku seperti "pahlawan sembrono" saat berupaya melepaskan diri dari sistem ekonomi lama yang kaku, tapi kini perusahaan-perusahaan yang "menghormati aturan pembangungan dan mematuhi regulasi pasar".

Alih-alih Jack Ma, editorial tersebut memuji rival besarnya, pendiri Tencent Pony Ma, yang "menciptakan ulang era mobile", sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Bloomberg, Rabu (3/2/2021).

Absennya nama Jack Ma menarik perhatian karena Shanghai Securities News adalah salah satu publikasi bisnis terpenting di China.

Hal ini pun seolah menjadi indikasi betapa hubungan Ma dengan Beijing sudah memburuk, setelah sebelumnya dielu-elukan sebagai salah satu jagoan industri teknologi China.

Ma memang disinyalir bermasalah dengan pemerintah China semenjak melontarkan kritik tajam terhadap regulasi keuangan di negara tersebut pada Oktober 2020.

Baca Juga: Alibaba Group Akan Buka Pusat Data Ketiga di Indonesia Awal Tahun 2021

Setelahnya, pemerintah China mengubah regulasi yang berujung pada gagalnya IPO Ant Group, perusahaan yang dimiliki oleh Jack Ma.

Alibaba Group juga menghadapi investigasi dengan tudingan dugaan praktik monopoli.

Jack Ma sendiri mendadak hilang tanpa penjelasan selama berbulan-bulan sejak melontarkan kritik terhadap pemerintah China. Dia baru muncul lagi pada Januari lalu, itu pun hanya secara virtual lewat sebuah konferensi video.

Nasib Ma masih belum jelas betul hingga sekarang.

Pada tahun 1999, Jack Ma membangun sebuah perusahaan yang bernama Alibaba, yang kini disebut-sebut sebagai salah satu e-commerce terbesar di China.

Tak hanya e-commerce, Alibaba juga merambah ke bisnis lainnya, seperti internet (Alibaba Cloud), hiburan (AliMusic), pembayaran (Alipay), dan masih banyak lagi.

Langkah Alibaba yang melebarkan sayap ke berbagai layanan ini tampaknya tengah disorot oleh pemerintah China.

Mereka, melalui Partai Komunis China (CCP), bahkan dikabarkan berencana untuk melakukan investigasi atas dugaan praktik monopoli oleh Alibaba dan Ant Group, perusahaan yang menyediakan Alipay.

Baca Juga: Begini Cara China Awasi Rakyatnya yang Dicurigai Kena Corona Lewat Aplikasi Alipay

Namun, baru-baru ini beredar kabar bahwa penyelidikan ini sebenarnya bertujuan untuk mempercepat proses nasionalisasi atas Alibaba dan Ant Group.

Lalu, apa sebenarnya arti dari nasionalisasi?

Mengambil alih perusahaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nasionalisasi adalah proses untuk mengambil alih sesuatu, biasanya perusahaan swasta, menjadi milik negara.

Biasanya, proses nasionalisasi ini diikuti oleh kompensasi, di mana pemerintah bakal memberikan "ganti rugi" kepada para penanam modal atau pemilik saham di perusahaan yang bersangkutan.

Ensiklopedia online seputar investasi, Investopedia juga mengartikan nasionalisasi sebagai proses ambil alih perusahaan oleh pemerintah.

Investopedia menjelaskan bahwa nasionalisasi biasanya dilakukan oleh pemerintah untuk mengkonsolidasikan kekuasaan atau menolong perusahaan yang performa bisnisnya kurang baik.

Selain itu, sentimen terhadap kepemilikan perusahaan oleh investor asing juga disebut bisa menjadi faktor pendorong pemerintah melakukan nasionalisasi.

Meski demikian, disebutkan bahwa para pemegang saham biasanya hanya mendapatkan sedikit kompensasi, bahkan bisa tidak mendapatkannya sama sekali.

Lantas, bagaimana dengan Alibaba dan Ant Group?

Apakah para pemegang saham tak akan mendapatkan uangnya kembali apabila diambil alih oleh China?

Apa yang akan terjadi? Beragam spekulasi pun bertebaran terkait apa sebenarnya yang akan terjadi apabila Alibaba benar-benar dinasionalisasi oleh China.

Baca Juga: Rahasia Sukses Orang Terkaya di Dunia Jeff Bezos, Bill Gates dan Jack Ma : Tidur Sampai 8 Jam Sehari !

Berbagai opini ini tertuang di forum Reddit yang membahas seputar investasi.

Sebagian besar pengguna berpendapat bahwa pemerintah China bakal melakukan pembelian (buyout) terhadap Alibaba, sehingga para pemegang saham kemungkinan bakal mendapatkan ganti rugi.

Namun, angka buyout tersebut diprediksi tidak akan bernilai besar.

"Pemerintah China (mungkin) bakal melayangkan penawaran tender kepada perusahaan sebagaimana mestinya."

"Perusahaan tersebut (Alibaba) kemudian bakal menyetujuinya dan seluruh pemegang saham akan mendapatkan porsi," ujar seorang anggota Reddit.

Kendati demikian, ada sejumlah anggota komunitas yang berpendapat bahwa nasionalisasi Alibaba ini tidak akan terjadi.

Sebab, apabila benar, maka hal tersebut akan sangat berpengaruh pada pergerakan pasar dan harga saham perusahaan yang berasal dari China.

"Nasionalisasi Alibaba akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap harga saham perusahaan asal China dan investor asing," imbuh akun Memjong.

Sebelum ada rumor nasionalisasi Alibaba, pemerintah China sendiri tampaknya belakangan gencar menasionalisasikan puluhan perusahaan.

Bahkan, menurut laporan NikkeiAsia, ada kurang lebih 44 perusahaan yang diambil alih oleh China pada tahun 2019.

Baca Juga: Alibaba, Raksasa Teknologi China Masuk Masa Suram Gara-gara Wabah Virus Corona

Seluruh perusahaan ini, jika diakumulasikan, disebut bernilai sekitar 36 miliar dolar AS atau sekitar Rp 505 triliun. Sebagian besar perusahaan yang dinasionalisasikan ini bergerak di berbagai bidang strategis, seperti sistem surveillance, teknologi, hingga sistem informasi.

Punya tapi tidak memiliki

Terlepas dari nasionalisasi, penting untuk diketahui bahwa ada satu set aturan tentang operasi bisnis perusahaan China di luar kawasan (offshore).

Aturan ini biasa disebut variable interest entity (VIE) dan sejatinya mencegah investor asing untuk mendapatkan porsi kepemilikan perusahaan domestik.

Sehingga, apabila seseorang yang tinggal di luar China membeli saham Alibaba, mereka sebenarnya tidak memiliki hak kepemilikan atas perusahaan tersebut, setidaknya begitu menurut laporan dari Marketwatch.

Alih-alih mendapatkan sebagian porsi kepemilikan Alibaba, para pembeli saham asing ini justru bakal membeli sebagian porsi kepemilikan dari suatu entitas perusahaan yang terdaftar di Kepulauan Cayman, suatu negara koloni Inggris di Laut Karibia. Perusahaan ini tercatat memiliki suatu kontrak resmi dengan Alibaba, di mana mereka berhak untuk mendapatkan sebagian pendapatan yang diraup oleh perusahaan rintisan Jack Ma tersebut.

Nantinya, keuntungan perusahaan offshore tersebut akan dibagi rata kepada para pemegang saham, berdasarkan nilai kepemilikannya.

Kendati demikian, belum bisa dipastikan apakah Alibaba dan Ant Group bakal diambil alih oleh China atau tidak, begitu juga nasib para pemegang saham, apabila nasionalisasi terjadi.

Baca Juga: Raksasa Teknologi China Alibaba Prediksi 10 Tren Teknologi yang Berpotensi Besar di 2020

Satu hal yang pasti, Jack Ma yang merupakan pendiri kedua perusahaan tersebut kini dikabarkan masih "hilang" dari publik.Jack Ma masih menghilang Seperti diwartakan sebelumnya, Ma mendadak " hilang" setelah melontarkan kritik pedas terhadap regulator finansial dan perbankan China dalam sebuah pidato di Shanghai, 24 Oktober lalu.

Dia menuding bahwa bank-bank di China beroperasi dengan mentalitas "rumah gadai" menyangkut jaminan untuk kredit, sementara regulasi perbankan yang berlaku dinilainya menghambat inovasi dan harus direformasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Pernyataan Ma agaknya membuat panas telinga pemerintah China yang kemudian memperketat regulasi bisnis fintech sehingga perusahaan Ant Group dari Alibaba gagal melantai di bursa.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul"Jack Ma Ditendang, Pendiri Xiaomi Digadang" "Jack Ma Ditendang, Pendiri Xiaomi Digadang"

Penulis : Kevin Rizky Pratama

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya