Alasan Rencana Mark Zuckerberg Mengubah Facebook Malah Bisa Berbahaya

Sabtu, 20 Januari 2018 | 17:00
Facebook

Mark Zuckerberg kembali akan melakukan perubahan di Facebook

Laporan Wartawan Nextren, Kama Adritya

Nextren.grid.id -Sang pencipta dan pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, kembali membuat berita yang menghebohkan.

Mark mengumumkan bahwa dirinya akan kembali melakukan perubahan pada News Feed di Facebook demi menciptakan tempat yang nyaman bagi para penggunanya saat menggunakan media sosial ternama ini.

(BACA:6 Perbedaan WhatsApp Business dan WhatsApp Messenger yang Mencolok)

Namun rencananya tersebut ternyata malah bisa memberikan dampak yang berbahaya terhadap penyebaran berita hoax ataupun berita yang melenceng.

Padahal justru alasan untuk memangkas jumlah berita hoax di Facebook lah yang membuat Mark ingin mengubah News Feed Facebook tersebut.

Jadi, mengapa ini malah bisa berakibat sebaliknya?

Kekuatan suara terbanyak

Rencana Mark untuk memberikan kekuatan memilih kepada para penggunanya inilah yang dapat berakibat buruk.

Mark berencana untuk mengeluarkan survey kepada para user-nya untuk menentukan apakah sumber berita yang dibacanya tersebut adalah sumber yang dianggap terpercaya atau tidak.

Sehingga, sumber berita yang dianggap tidak dapat dipercaya akan semakin jarang muncul di timeline maupun News Feed Facebook.

Dengan kata lain, Facebook seperti menerapkan sistem rating terhadap para sumber berita yang dishare di dalam Facebook.

Namun, di sinilah letak kelemahannya. Yaitu menyerahkan kekuatan untuk memilih kepada orang umum.

Akhirnya, sumber berita yang dianggap terpercaya adalah sumber berita yang mendapatkan voting terbanyak oleh pengguna Facebook.

Meskipun belum jelas, apakah ada perhitungan minimum jumlah voting untuk dapat memengaruhi 'nasib' para sumber berita ini.

(BACA:Mirip Samsung Galaxy S9, Meizu M6S Harganya Jauh Lebih Murah)

Kelemahan dari suara terbanyak

Meskipun secara teori, wacana dari Mark Zuckerberg ini terdengar masuk akal dan tepat, namun sayangnya ada satu faktor manusia yang kerap kali mengacaukan sistem voting lewat online.

Yaitu orang iseng.

Di dunia maya, karena tidak ada kontak fisik antar pengguna, tingkat keisengan seperti trolling dan spamming itu sangat besar jumlahnya.

Karena merasa tidak ada konsekuensi langsung terhadap dirinya, maka banyak yang iseng di dunia online.

Sebut saja seperti aplikasi antrian paspor online di Indonesia. Di mana ada orang iseng yang mengambil semua tiket antrian, bahkan sampai tahun 2020 kuota tiket antrian paspor tersebut sudah penuh.

Atau sistim rating review di ojek online, seperti Go-Jek, Grab, ataupun Uber. Di mana masih ada orang yang asal-asalan memberikan 1 bintang yang dampaknya malah berakibat ke nilai rating keseluruhannya menjadi turun.

Intinya, kekuatan untuk menentukan hal paling fundamental yaitu kepercayaan terhadapsesuatu hal, janganlah ditentukan lewat suara terbanyak. Karena hal kepercayaan itu bukanlah hitam dan putih, melainkan menyangkut banyak faktor, di mana tidak bisa ditentukan dengan voting ya atau tidak.

(BACA:Samsung Galaxy S9 dan Samsung Galaxy S8, Mana yang Lebih Baik?)

Masalah penyebaran berita hoax justru karena suara terbanyak

Yang paling fatal adalah, penyebab beredarnya berita-berita hoax di Internet itu adalah karena ketidak-tahuan orang terhadap kebenaran dari berita tersebut.

Ditambah dengan ketidak-pedulian orang untuk mengecek kebenaran akan berita tersebut, dan langsung menyebarkannya tanpa memastikan kebenarannya.

Kalau mereka saja tidak perduli untuk memastikan kebenaran berita tersebut, apalagi saat ditanya tentang sumber beritanya.

Mereka akan percaya dengan yang relevan pada sudut pandang mereka pada saat itu, bukanlah karena mereka percaya dengan sang sumber berita.

Misalnya, sumber berita A mengatakan bahwa ada berita A, sedangkan sumber berita B mengatakan bahwa beritanya B, sedangkan si pengguna ini merasa bahwa menurutnya lebih tepat B, maka ia akan memilih sumber berita B. Meskipun ternyata sumber berita B tidak melakukan cek dan ricek sehingga beritanya tidak valid.

Akhirnya, kevalidan sebuah sumber berita akhirnya tergantung dari berita yang relevan pada saat itu, bukannya karena berita itu benar dan berdasarkan fakta.

Maka tak heran kalau kemudian makin banyak sumber berita yang memuat berita bombastis tanpa mempertanggung-jawabkan kesahihan berita tersebut.

(BACA:Shopee Adakan Flash Sale Xiaomi Redmi Note 5A Prime dengan Harga Murah)

Pembaca kritis kalah suara dengan pembaca yang vokal

Untuk dapat menentukan apakah sumber berita tersebut valid atau tidak membutuhkan pembaca yang kritis. Di mana ia akan melakukan pengecekan kembali apakah berita itu benar atau tidak.

Sayangnya, jumlah orang yang kritis kalah banyak dengan mereka yang vokal.

Kebanyakan mereka yang vokal lebih mementingkan kehebohan dan kepentingan akan suara mereka untuk didengar, ketimbang mengecek kebenaran berita.

Lebih penting untuk segera share ketimbang mengeceknya terlebih dahulu. Karena jangan sampai mereka ketinggalan kehebohan, dan dengan menge-share-nya duluan maka ia akan terkesan informatif.

Sehingga survey sumber berita terpercaya bagi mereka pun menjadi tidak relevan, karena yang penting heboh dan duluan.

Sedangkan mereka yang kritis kebanyakan adalah orang yang pasif, atau silent reader yang tidak melakukan klarifikasi apa-apa. Atau bermain aman di sosial media, sehingga suara mereka pun tak terdengar.

Walaupun voting mereka pada survey juga akan menentukan, namun hasil survey yang dikumpulkan oleh Facebook menjadi tidak relevan kalau sumber berita A dan B sama-sama memiliki jumlah voting yang sama.

(BACA:Nintendo Labo, Game Kreatif Hasil Kombinasi Kardus dan Switch)

Akhir kata

Meski apa yang akan dilakukan oleh Mark Zuckerberg masih belum final dan masih bisa berubah-ubah, hal ini tentu akan mengubah cara kita untuk bersosial media lewat Facebook.

Perubahan News Feed beberapa minggu lalu saja langsung berdampak ke menurunnya pengguna Facebook sampai 5%, sedangkan para pemilik brand juga melakukan protes yang dampaknya pasti ada terhadap bisnis Facebook secara keseluruhan.

Namun, tujuan Mark memang merupakan tujuan yang seharusnya dilakukannya dari beberapa tahun yang lalu. Saat sosial media belumlah semasif dan sepenting ini.

Apakah ini juga merupakan langkah Mark untuk mengenalkan layanan baru dari Facebook, seperti Facebook Zero ataupun Facebook Journalist, tentunya semuanya juga untuk menambah keuntungan di dompet Facebook.

(BACA:Google Beri Suntikan Dana untuk Go-Jek, Ingin Raup Keuntungan?)

Saat ini, kita hanya bisa lihat perkembangan selanjutnya. (*)

Tag

Editor : Kama