Nextren.com - Akhirnya pemerintah resmi mewajibkan e-commerce luar negeri untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang/jasa yang diperjualbelikan.
Artinya, para konsumen yang berbelanja online harus membayar 10% lebih mahal dari barang yang dibeli.
Dalam hal tersebut, Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjuk pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pemungut PPN PMSE terhadap pelaku usaha yang telah memenuhi batasan kriteria.
Baca Juga: Google Perbaiki Sistem Keamanan Dengan Lima Skema Baru di Layanannya
Adapun, batasan kriteria e-commerce yang bakal mematok PPN yakni memiliki nilai transaksi dengan pembeli melebihi Rp 600 juta per tahun, atau Rp 50 juta per bulan.
Kemudian, pengakses situs e-commerce lebih dari 12.000 pengakses dalam satu tahun, atau 1.000 pengakses dalam satu bulan.
Pemungutan PPN ini efektif per tanggal 1 Agustus 2020.
Sebagai contoh, Mawar membeli perangkat lunak seharga Rp 1 juta di platform e-commerce tertentu, maka mulai awal bulan Agustus harganya menjadi Rp 1,1 juta. Sehingga, Mawar memiliki beban tambahan bayar Rp 100.000.
Baca Juga: India Blokir 59 Aplikasi Asal Tiongkok Termasuk TikTok, Setelah Militernya Bentrok
Ketentuan tersebut sebagaimana dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020 tentang Batasan Kriterian Tertentu Pemungut serta Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Nantinya, pungutan PPN 10% akan tertera dalam commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenisnya ketika konsumen hendak membayar belanja online.
Artikel ini tayang di kontan.co.id, dengan judul : E-commerce asing wajib pungut PPN mulai 1 Agustus, belanja online jadi lebih mahalReporter: Yusuf Imam Santoso