Meski Tak Kebal Pandemi Corona, Bos Grab Pede Mampu Hadapi 3 Tahun Resesi

Rabu, 22 April 2020 | 17:47
Grab Indonesia

Driver GrabBike yang disiapkan untuk para tenaga medis selama masa pandemi Covid-19

Nextren.com - Sebagai penyedia jasa transportasi on demand, Grab tidak kebal terhadap dampak pandemik virus corona yang telah membawa perekonomian global menghadapi risiko resesi.
Namun demikian, CEO Grab Anthony Tan memproyeksi, perusahaannya memiliki likuiditas yang cukup besar untuk menghadapi resesi.
"Di beberapa negara, GMV (gross merchandise value) untuk transportasi telah turun hingga double digit," ujar Tan seperti dikutip dari CNBC, Kamis (16/4/2020).
GMV merupakan ukuran yang digunakan oleh perusahaan berbasis internet dalam menghitung nilai penjualan barang atau jasa yang dijual di platform mereka.
Baca Juga: Google Akan Ciptakan Jaringan Terbaru Untuk Menggeser Keberadaan VPN
Tan menjelaskan, perusahaannya memiliki berbagai diverisifikasi model bisnis seperti layanan antar makanan dan belanja yang turut mendorong kinerja Grab di tengah pandemi virus corona.
Perusahaan pun menyesuaikan diri dengan lingkungan bisnis yang baru dengan meningkatkan segmen layanan non transportasi untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Selain itu, Grab juga memindahkan pasokannya untuk memastikan driver mereka tetap bisa mendapatkan penghasilan.
Meskipun demikian, peningkatan layanan belanja dan pesan antar tak benar-benar mampu menutupi penurunan permintaan di layanan bisnis transportasi.
Baca Juga: Mantan Kepala Teknologi Axiata Group, Medhat Elhusseiny Kini Jadi CTIO Indosat yang Baru
Tetapi, Tan tetap optimistis dengan prospek bisnis perusahaannya tersebut.
"Jika melihat ke depan, saya tahu transportasi merupakan bisnis dengan pangsa pasar yang luas dan menakup kebutuhan dasar, sehingga kami mengantisipasi hal ini akan membaik secara ccepat jika orang-orang mulai melakukan mobilisasi setelah lockdown usai," ujar dia.
Saat ini, Grab beroperasi di 339 kota di delaman negara Asia.
Beberapa negara di antaranya adalah Singapura, Malaysia dan Indonesia.
Baca Juga: Kirim Paket Jadetabek-Bandung Cuma Rp.20.000 Lewat Gojek dan Paxel
Negara-negara tersebut telah mengimplementasikan beragam kebijakan social distancing, dengan beberapa di antaranya menerapkan aturan yang lebih ketat.
Sehingga, banyak orang telah berdiam diri di rumah masing-masing dalam beberapa bulan belakangan akibat pandemi virus.
Hal itu menyebabkan penurunan permintaan yang signifikan di sektor jasa transportasi.
Secara global, dua juta orang telah terkonfirmasi terinfeksi virus corona dan Dana Moneter Internasional pun memproyeksi perekonomian dunia akan mengalami resesi yang lebih dalam dibanding era Depresi Besar.
Baca Juga: Pameran Elektronik IFA 2020 Akan Tetap Berjalan Dengan Konsep Baru
Hal itu menyebabkan pendapatan pengemudi Grab mengalami penurunan.
Sebagai respon, Grab pun telah melakukan investasi lebih dari 40 juta dollar AS atau sekitar Rp 640 miliar (kurs Rp 16.000) sebagai dukungan keuangan kepada pengemudi di beberapa negara.
"Sehingga mereka bisa fokus dalam proses proses pemulihan, dan tidak khawatir dengan kebutuhan makan sehari-hari," ujar dia.
Ketika ditanya mengenai kondisi kesehatan perusahaan secara keseluruhan, dia perusahaannya memiliki basis investor yang kuat dan likuiditas perusahaan pun mencukupi untuk menghadapi resesi hingga 36 bulan.
"Karena basis investor kami yang kuat, kami beruntung memiliki likuiditas yang cukup untuk melewati resesi, baik itu dalam waktu 12 bulan atau resesi 36 bulan," tambah Tan.
Berdasarkan data Crunchbase, Grab telah mengantongi investasi sebesar 9,9 miliar dollar AS dari perusahaan seperti Softbank, Tamasek Holdings hingga Didi Chuxing, layanan transportasi asal China.
Selain itu, pada Februari lalu Grab juga mendapatkan komitmen investasi dari Mitsubishi UFJ Financial Group sebesar 706 juta dollar AS.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "CEO Grab Klaim Perusahaannya Mampu Hadapi Resesi dalam 3 tahun" Penulis : Mutia Fauzia

Editor : Wahyu Subyanto